Pemimpin Hamas Lebih Suka Mati Dibom F-16 Israel daripada Dibunuh COVID-19
GAZA – Yehya Sinwar, salah satu pemimpin Hamas , mengaku lebih suka mati sebagai martir dengan dibom jet tempur F-16 Israel daripada menyerah pada COVID-19.
Sinwar adalah salah satu target yang paling diburu militer Israel dalam perang 11 hari lalu. Dia masih bisa lolos dari pemboman Zionis.
Komentarnya muncul ketika pejabat kesehatan Gaza memperingatkan tentang “bom waktu” di mana tes dan vaksinasi COVID-19 hampir dihentikan akibat serangan udara Zionis.
Pada hari Rabu lalu, Sinwar menyampaikan pidato pertamanya sejak konflik mematikan 11 hari antara Hamas dan Israel, di mana lebih dari 250 orang—terutama warga Palestina—kehilangan nyawa.
“Hadiah terbesar yang bisa diberikan Israel kepada saya adalah dengan membunuh saya,” katanya, seperti dikutip dari Russia Today, kemarin. “Saya lebih suka mati sebagai martir karena F-16 daripada mati karena virus corona atau penyakit [lain].”
Rumah Sinwar termasuk di antara target Pasukan Pertahanan Israel (IDF) selama konflik, tetapi Sinwar lolos dan tidak terluka. Dia diduga bersembunyi di jaringan terowongan bawah tanah di Gaza.
Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz berjanji pada hari Sabtu bahwa negaranya pada akhirnya akan berhasil menghilangkan “semua pemimpin Hamas yang bertanggung jawab karena menembak dan melancarkan teror terhadap warga sipil Israel.
Sebagai tanggapan, Hamas memperingatkan bahwa mereka akan melanjutkan permusuhan jika Sinwar atau komandan militer Hamas, Mohammed Deif, diserang oleh Israel.
Dengan konflik terhenti oleh kesepakatan gencatan senjata minggu lalu yang ditengahi oleh Mesir, penduduk Gaza menghadapi peningkatan risiko tertular COVID-19.
Menurut laporan UNICEF, setidaknya 72.000 warga Palestina telah telantar secara internal oleh serangan Israel, yang merobohkan beberapa bangunan bertingkat.
Tempat penampungan yang ramai di mana orang-orang Gaza bersembunyi sekarang menyediakan lingkungan yang sempurna untuk penyebaran infeksi COVID-19, karena para pekerja bantuan khawatir gelombang ketiga virus corona akan menyerang daerah kantong Palestina tersebut.
Setidaknya dua lusin fasilitas medis, termasuk klinik Al Rimal tempat vaksinasi COVID-19 dilakukan, telah rusak atau terdampak oleh pemboman Israel. Ini semakin membatasi kapasitas sistem kesehatan yang sudah sederhana di Gaza, yang harus menangani tidak hanya pasien virus corona, tetapi juga dengan hampir 2.000 orang terluka dalam serangan itu.