Para Menlu G7 dan Uni Eropa Kecam Kekerasan di Myanmar
JAKARTA – Para menteri luar negeri (menlu) dari negara-negara anggota G7 dan Perwakilan Tinggi Uni Eropa (UE) mengecam kekerasan yang dilakukan aparat Myanmar pada para demonstran.
G7 terdiri atas Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Pernyataan bersama itu diluncurkan seiring meningkatnya ketegangan di Myanmar.
“Kami, Menteri Luar Negeri Kelompok G7 terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat serta Perwakilan Tinggi Uni Eropa dengan tegas mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap aksi protes yang dilakukan secara damai,” papar pernyataan bersama itu, dilansir Kedutaan Besar (Kedubes) Inggris di Jakarta.
“Kami menyampaikan belasungkawa atas jatuhnya korban dari aksi kekerasan ini. Militer dan Polisi harus menahan diri sepenuhnya, menghormati hak asasi manusia dan hukum internasional,” ungkap pernyataan itu.
Mereka juga menegaskan, “Penggunaan amunisi secara langsung terhadap orang yang tidak bersenjata adalah suatu hal yang tidak dapat diterima. Siapapun yang menanggapi protes damai dengan kekerasan harus dimintai pertanggungjawaban.”
“Penargetan secara sistematis terhadap para pengunjuk rasa, dokter, masyarakat sipil, dan jurnalis harus dihentikan dan keadaan darurat harus dicabut. Kami terus menyerukan akses kemanusiaan penuh untuk menolong kelompok yang paling rentan,” papar pernyataan mereka.
G7 dan UE juga menekankan, “Kami bersama-sama mengutuk kudeta di Myanmar. Kami menyerukan lagi untuk pembebasan segera dan tanpa syarat mereka yang ditahan secara sewenang-wenang, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, dan kami berdiri bersama rakyat Myanmar dalam perjuangan mereka untuk demokrasi dan kebebasan.”
Myanmar menghadapi lebih banyak protes jalanan menentang junta militer saat Indonesia berusaha membangun momentum bersama negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk mencari jalan keluar dari krisis.
Pekan ini terjadi aksi unjuk rasa terbesar sejauh ini pada Senin, seiring dengan pemogokan massal untuk mengecam kudeta 1 Februari militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Unjuk rasa tetap terjadi meski ada peringatan dari pihak berwenang bahwa konfrontasi dapat membuat orang-orang terbunuh.
Pada Selasa, unjuk rasa secara keseluruhan berlangsung lebih sedikit, tetapi protes multi-etnis direncanakan pada Rabu (24/2) di Mayangone, bagian utara pusat komersial Yangon.
Indonesia telah menggalang dukungan di Asia Tenggara untuk pertemuan khusus membahas Myanmar.