Miliki Data Aib Presiden Trump, Hacker Minta Tebusan Rp624,6 Miliar
WASHINGTON – Kelompok hacker REvil mengklaim memiliki data aib Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump yang mereka sebut sebanyak “1 ton cucian kotor”. Para peretas kini menuntut tebusan USD42 juta atau lebih dari Rp624,6 miliar untuk ditukar dengan data yang mereka curi.
Grup peretas REvil awalnya menuntut tebusan USD21 juta kepada firma hukum hiburan terkemuka, Grubman Shire Meiselas & Sacks, setelah mereka mendapatkan dokumen yang sangat rahasia tentang klien selebriti. Klien selebriti firma hukum itu termasuk Nicki Minaj, Lady Gaga, Mariah Carey dan Bruce Springsteen.
Namun, pada Kamis lalu mereka menaikkan tebusan dua kali lipat. “Tebusannya sekarang adalah USD42.000.000,” kata peretas di situs web gelap mereka, yang dipantau Vice News.
“(Data kotor) orang berikutnya yang akan kami terbitkan adalah Donald Trump. Ada pemilu yang sedang berlangsung, dan kami menemukan satu ton cucian kotor tepat waktu,” lanjut ancaman kelompok hacker tersebut
Namun, laporan Vice News yang dilansir Sabtu (16/5/2020), mencatat bahwa firma hukum itu tidak memiliki koneksi dengan Trump atau perusahaannya, sehingga sifat informasi apa pun yang mungkin diperoleh peretas tidak jelas.
Kantor berita Sputnik melaporkan awal pekan ini bahwa serangan peretas terkenal itu dikonfirmasi oleh firma hukum. Menurut kelompok peretas itu, sekitar 756
gigabyte dokumen rahasia dicuri dalam serangan siber, termasuk nomor telepon, alamat email, perjanjian kerahasiaan dan informasi pribadi lainnya yang dimiliki oleh sejumlah selebriti.
Namun kali ini, para penjahat siber mengancam lebih dari sekadar pendiri firma Allen Grubman—yang dijuluki “pengacara paling kuat dalam bisnis musik” pada 2015.
“Tuan Trump jika Anda ingin tetap menjadi presiden, sodok tongkat tajam pada orang-orang, jika tidak, Anda mungkin melupakan ambisi ini selamanya. Dan bagi Anda para pemilih, kami dapat memberi tahu Anda bahwa setelah publikasi seperti itu, Anda tentu tidak ingin melihatnya sebagai presiden,” klaim grup REvil.
“Ya, mari kita lupakan detailnya. Batas waktu satu minggu,” lanjut kelompok peretas tersebut.
Ransomware “Revil” yang diberi nama sendiri oleh grup itu—yang sebelumnya dikenal sebagai “Sodinokibi”—diidentifikasi sebagai malware yang digunakan untuk menyusup ke sistem firma hukum. Ransomware juga dikaitkan dengan serangan Tahun Baru 2019 pada perusahaan pertukaran mata uang Inggris; Travelex, yang mengarah ke pembayaran tebusan USD2,3 juta untuk para penjahat siber awal tahun ini.
Dalam sebuah pernyataan kepada Page Six, firma hukum Grubman mencatat bahwa ia tidak akan mengirimkan satu sen pun kepada “teroris siber”.
“Kami telah diberitahu oleh para ahli dan FBI bahwa bernegosiasi dengan atau membayar uang tebusan kepada teroris adalah pelanggaran hukum pidana federal. Bahkan ketika tebusan besar telah dibayarkan, para penjahat sering membocorkan dokumen itu,” bunyi pernyataan firma hukum tersebut.
Adapun presiden Trump, tim kampanyenya belum memberikan pernyataan tentang masalah ini. Terlepas dari sejarah Trump tentang pembayaran diam-diam kepada tersangka wanita simpanan, kecil kemungkinannya dia akan menulis cek kepada penjahat dunia maya setelah hampir empat tahun skandal yang masing-masing diprediksi akan mengakhiri karier politiknya.