Mampu Produksi 100 Juta Dosis, China Bangun Pabrik Vaksin Terbesar Dunia
BEIJING – China telah membangun pabrik vaksin terbesar di dunia yang dapat memproduksi hingga 100 juta dosis vaksin virus corona Covid-19 dalam setahun. Fourth Construction Co, Ltd of China Electronics System Enginering telah sukses membangun fasilitas itu dengan meraih sertifikat bio-safety level 3 (BSL-3).
BSL-3 merupakan fasilitas tingkat tinggi yang melibatkan mikroba berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit mematikan hanya dengan menghirupnya seperti SARS dan MERS. Biasanya BSL-3 tidak hanya disematkan kepada pabrik vaksin, tapi juga fasilitas serupa lain, mulai dari penelitian, diagnosa, atau klinis.
Fourth Construction Co, Ltd of China Electronics System Enginering merupakan satu dari beberapa perusahaan yang membangun pabrik vaksin tersebut. Perusahaan yang berkantor pusat di Hebei itu lebih fokus pada pembangunan struktur, rancangan baja, rancangan air conditioner (AC), sistem air, dan udara.
Pada April Sinovac Biotech Ltd, yang juga berasal dari China, memulai pengujian klinis vaksin Covid-19. Mereka berencana membangun pabrik baru tahun ini setelah memperoleh dana pinjaman dan lahan. Seperti dilansir Reuters, Sinovac telah berharap dapat memproduksi ratusan juta vaksin per tahun. “Jika pengembangan vaksin itu tidak berhasil, bangunan ini dapat digunakan untuk memproduksi vaksin yang lain,” ungkap Sinovac. Sinovas telah berhasil membebaskan lahan seluas lebih dari 70.000 meter di distrik Daxing, Beijing.
Sebelumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan ada delapan kandidat vaksin. WHO mengungkapkan mereka memiliki sedikitnya tujuh atau delapan kandidat “top” vaksin untuk memerangi virus corona. Vaksin tersebut dalam proses uji klinis terhadap manusia.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menegaskan, Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa upaya menemukan vaksin didukung pemimpin sedikitnya dari 40 negara dan organisasi senilai USD8 miliar. Dana tersebut seharusnya terus ditambah. “Kita memiliki kandidat vaksin yang baik saat ini,” kata Ghebreyesus, dilansir Al Jazeera. “Vaksin yang terbaik sekitar tujuh atau delapan. Tapi, kita memiliki ratusan kandidat.”
Ghebreyesus mengungkapkan, PBB fokus pada beberapa kandidat untuk mendapatkan hasil yang baik dan mengakselerasikan kandidat vaksin yang bisa berpotensi baik. Sayangnya, dia tidak mengidentifikasi jenis vaksin yang dinyatakan kandidat terbaik tersebut.
Sejak Januari silam, Ghebreyesus sudah bekerja sama dengan ribuan peneliti dari seluruh dunia untuk mengakselerasikan dan melacak pengembangan vaksin dari model binatang hingga desain pengujian klinis dan segala sesuatu yang berkaitan. Dia mengungkapkan, ada konsorsium yang terdiri lebih dari 400 ilmuwan dalam pengembangan vaksin tersebut.
WHO pun menegaskan Covid-19 bukan virus pembunuh yang benar-benar mematikan, namun dia memiliki kemampuan penularan yang sangat kuat. Kini sudah 4 juta kasus di seluruh dunia dan 275.000 orang meninggal karena infeksi virus tersebut. “Jumlah kasus baru kini sudah menunjukkan penurunan di Eropa Barat, tetapi terus meningkat di Eropa Timur, Afrika, Asia Tenggara, dan kawasan lain,” kata Ghebreyesus.
Dia menjelaskan, pandemi ini mengajarkan banyak pelajaran menyakitkan tentang pentingnya sistem kesehatan nasional dan regional yang kuat. “Tren saat ini, lebih dari lima miliar orang tidak bisa mendapatkan akses terhadap pelayanan esensial tersebut pada 2030,” katanya.
Ghebreyesus menegaskan, respons terhadap Covid-19 harus terus berlanjut karena negara harus meletakkan fondasi untuk kesehatan, keselamatan, dan dunia yang adil. “Dunia membelanjakan USD7,5 triliun untuk perawatan kesehatan setiap tahun atau hampir 10% dari PDB global. Tapi, justru investasi terbaik dalam mendukung kesehatan dan mencegah penyakit menjadi hal penting untuk menyelamatkan kehidupan dan menghemat uang,” katanya.
Deputi Sekjen PBB Amina Mohammed mengungkapkan, semua bangsa harus bersama-sama memberikan prioritas kepada negara yang rentan. Dia menyerukan, program utang baru bagi negara miskin untuk memulihkan ekonomi. “Pentingnya upaya untuk melindungi dan menstimulasi ekonomi,” paparnya.
Direktur Jenderal Organisasi Buruh Internasional (ILO) Guy Ryder menegaskan, sekitar 305 juta pekerjaan tetap di dunia hilang di seluruh dunia pada akhir Juni karena Covid-19. “Jika dibandingkan 22 juta pekerjaan yang hilang saat krisis keuangan pada 2008-2009, Anda bisa membandingkan perbedaannya,” katanya.
Ryder juga mengungkapkan, banyak pihak melupakan kalau 60% pekerja global atau sekitar 3,3 miliar pekerjaan adalah sektor informal, terutama perempuan. Saat lockdown, sektor tersebut sangat terkena dampaknya. “Itu terjadi di negara dengan sistem perlindungan sosial yang lemah,” katanya. Untuk itu, Ryder menekankan perlunya kerja sama internasional.