Kuil Buddha di Taiwan Gelar Kebaktian Daring Hindari Corona
NAGALIGA — Empat komunitas Buddha terbesar di Taiwan telah menyetop kegiatan kebaktian secara tradisional dan meminta orang-orang untuk mengikuti kegiatan keagamaan secara daring demi menghindari penularan virus corona.
Langkah itu diambil untuk mengurangi pertemuan massal selama pandemi virus corona.
Salah seorang biksu di Taiwan, Chang Kuan, pun menyampaikan khotbahnya lewat siaran langsung. Sementara, jemaatnya menyaksikan dan berdoa di rumah masing-masing.
Selain itu, kegiatan wisata rohani juga ditiadakan. Beberapa tempat ibadah bahkan ditutup untuk mencegah pertemuan massal.
Guo mengungkapkan, menyelenggarakan kebaktian tradisional sangat berisiko, karena dapat mengundang puluhan hingga ratusan orang secara bersamaan.
Meski berdekatan dengan China, jumlah kasus corona di Taiwan sendiri saat ini mencapai 77 kasus.
Ahli kesehatan masyarakat juga memperingatkan bahwa upacara keagamaan dapat berisiko menyebarkan virus.
Di Korea Selatan, lebih dari 8.200 kasus virus corona terhubung dengan jemaat Komunitas Gereja Yesus Shincheonji di Kota Daegu.
Seorang jemaat kuil DDM yang mengikuti kebaktian daring menyadari pentingnya menjaga jarak dengan orang lain dan menghindari kerumunan massa di tengah penyebaran virus corona. Ia pun memahami keputusan yang diambil pimpinan kuil.
“Sesi meditasi dan pengajaran daring mungkin lebih mudah, tetapi suasananya masih tidak sama,” kata Julian Lin kepada AFP.
Belajar dari wabah SARS, pemerintah Taiwan menyatakan siap menghadapi pandemi virus corona. Mereka mendirikan pusat komando khusus wabah corona sejak 20 Januari lalu.
Selain kuil dan situs wisata Buddha, sebagian besar gereja Katolik di Taiwan juga menunda misa mingguan.
Gereja St. Christopher yang terletak di Ibu Kota Taipei bahkan ditutup sementara, kecuali untuk urusan pastoral dan kegiatan sosial.
AFP melaporkan, gereja Immaculate Conception Cathedral di pusat kota Taipei masih dibuka untuk jemaat yang beribadah pada Minggu pekan lalu.
Pendeta Otfried Chan dari Konferensi Keuskupan Regional China di Taiwan mengatakan setiap paroki harus memutuskan apakah akan membatalkan misa atau tetap menggelarnya dengan tetap mengurangi risiko penularan, yakni melakukan pemeriksaan suhu dan jarak sosial.