Krisis Mediterania Timur Memburuk, UE Ancam Sanksi Turki
BRUSSELS – Uni Eropa (UE) mengancam akan memberikan sanksi kepada Turki, termasuk langkah-langkah ekonomi yang tegas, kecuali ada kemajuan dalam mengurangi ketegangan yang meningkat dengan
Yunani dan Siprus di Mediterania Timur.
Diplomat utama EU Josep Borrell mengatakan blok itu ingin memberikan kesempatan serius untuk berdialog tetapi tetap memberikan dukungan kepada negara-negara anggota blok tersebut, Yunani dan Siprus, dalam krisis di Mediterania timur yang telah menimbulkan kekhawatiran akan kebuntuan militer.
Borrell lantas menjelaskan bahwa sanksi UE dapat mencakup individu, kapal, atau penggunaan pelabuhan Eropa. Tindakan itu dimaksudkan untuk membatasi kemampuan Turki untuk mengeksplorasi gas alam di perairan yang diperebutkan.
“Kami dapat mengambil langkah-langkah yang terkait dengan kegiatan sektoral di mana ekonomi Turki terkait dengan ekonomi Eropa,” kata Borrell dalam konferensi pers, merujuk pada kemungkinan sanksi.
“UE akan fokus pada segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan yang kami anggap ilegal,” imbuhnya seperti dilansir dari Al Jazeera
, Sabtu (29/8/2020).
Borrell berbicara setelah para menteri luar negeri UE bertemu di Berlin untuk membahas dukungan bagi Yunani setelah meratifikasi perjanjian maritim dengan Mesir untuk melawan klaim Turki atas sumber daya energi di kawasan itu.
Borrell dan Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan UE pertama-tama ingin memberikan kesempatan dialog untuk meredakan ketegangan antara Yunani dan Turki, yang merupakan sekutu NATO.
Turki juga merupakan kandidat resmi untuk bergabung dengan UE, meskipun pencalonannya berisiko dan dapat ditarik sebagai jenis sanksi, kata para diplomat.
Yunani dan Turki berselisih mengenai hak atas sumber daya hidrokarbon potensial di daerah tersebut, berdasarkan klaim yang saling bertentangan mengenai luas landas kontinen mereka.
Ketegangan meningkat bulan ini setelah Ankara mengirim kapal survei seismik Oruc Reis di daerah yang disengketakan menyusul pakta antara Athena dan Kairo.
Perjanjian tersebut dipandang sebagai tanggapan atas kesepakatan Turki-Libya yang ditandatangani pada 2019 yang memungkinkan Turki mengakses daerah-daerah di wilayah di mana deposit hidrokarbon besar telah ditemukan.