Korsel Gelar Pemilu di Tengah Pandemi Virus Corona
SEOUL – Korea Selatan (Korsel) tetap menggelar pemilu parlemen untuk memilih 300 anggota Dewan Nasional di tengah wabah corona (Covid-19). Para pemilih mengenakan masker dan sarung tangan saat datang ke tempat pemungutan suara. Pemilu itu penting sebagai referendum bagi pemerintahan Presiden Korsel Moon Jae-in.
Korsel merupakan negara pertama yang mengalami wabah korona dan menggelar pemilu nasional. Padahal, 10.560 orang telah terinfeksi virus corona. Tapi, pemerintahan Korsel dipuji karena mampu menangani wabah itu dengan efektif dan efisien. Sebanyak 7.500 orang di Korsel pun telah dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Hingga pukul 15.00 kemarin waktu setempat, 56,5% pemilih telah memberikan suara. Itu lebih tinggi 10% dibandingkan pemilu parlemen pada 2016. Partisipasi pemilu kali ini diperkirakan lebih tinggi meskipun dalam situasi sulit.
Para pakar memperingatkan bahwa pemilu saat pandemi mungkin menyebabkan tingkat partisipasi lebih rendah. Pasalnya, para pemilih fokus pada kesehatan dibandingkan pemilu. Melansir CNN, banyak pemilih Korsel menyatakan mendukung pemilu tetap digelar. Penanganan pemerintah dalam menghadapi wabah virus corona mendominasi semua diskusi selama masa sebelum pemilu. Topik ini lebih banyak dibicarakan ketimbang ekonomi dan skandal korupsi yang melibatkan staf presiden. “Pandemi justru menjadi pemilu menjadi hal penting,” kata pemilih di Korsel.
Pada pemilu kali ini, setiap pemilih harus memakai masker dan berdiri setidaknya 1 meter satu sama lain. Di tempat pemungutan suara, mereka harus diperiksa suhu tubuhnya, mencuci tangan, dan memakai sarung tangan plastik. Barulah kemudian mereka diberikan kertas suara dan diperbolehkan menuju bilik suara.
Sebanyak 300 kursi diperebutkan dalam Pemilu DPR kali ini. Sebanyak 35 partai telah mendaftarkan kandidat mereka. Namun, pertarungan sebenarnya disebut-sebut antara Partai Minjoo (Demokratik) dan oposisi utama, Partai Masa Depan Bersatu, yang berhaluan konservatif.
“Saya pikir mungkin pemilu seharusnya ditunda karena orang-orang tidak mau memilih. Namun, sekarang setelah saya di sini dan melihat banyak orang, saya tidak khawatir,” kata seorang perempuan yang hendak memberikan suaranya, dilansir BBC.
Korsel memang tidak pernah menunda pemilu. Meski selama Perang Korea pada 1952, pemilihan presiden terus berlangsung.
Tantangan terbesar bagi petugas pelaksana pemilu adalah menghindari risiko penularan. Mereka memutuskan bahwa jika suhu tubuh seorang pemilih di atas 37,5 derajat Celsius, yang bersangkutan akan dibawa ke tempat terpisah dan menjauh dari orang lain. Para pasien Covid-19 yang sedang dirawat diberikan pilihan untuk memberikan suara mereka melalui surat.
Namun, sejumlah TPS juga didirikan di luar kawasan permukiman yang khusus menampung ratusan orang bergejala ringan. “Awalnya saya berpikir tidak bisa memilih dan saya kecewa,” ujarnya, kepada Reuters. “Namun, begitu saya mendengar kami bisa memilih, saya berterima kasih atas kesempatan ini,” lanjutnya.
Orang-orang yang mengidap Covid-19 diperbolehkan memilih. Namun, para petugas pemilu wajib mengenakan APD lengkap. Pihak berwenang Korsel mengerahkan 550.000 petugas untuk menyiapkan TPS sekaligus memastikan semuanya berjalan lancar.