Kaum LGBTQ Nobatkan Tel Aviv Kota Paling Ramah Gay di Israel
TEL AVIV – Komunitas LGBTQ menyerahkan Indeks Kota Ramah Gay pertama mereka kepada Presiden Reuven Rivlin, saat bulan parade Kebanggaan Gay berlangsung di Israel.
LGBTQ adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual, transgender dan queer (aneh). Indeks yang mereka serahkan memetakan 29 kota berdasarkan penanganan masalah gay dan komunitasnya dalam lingkup mereka selama setahun terakhir. Kinerja diukur menggunakan kriteria utama, yakni kesejahteraan, pendidikan, infrastruktur, visibilitas, keselamatan dan budaya.
Di antara hal-hal yang dikaji adalah apakah kota setempat telah menyesuaikan formulir mereka untuk juga melayani keluarga LGBTQ, apakah kebutuhan masyarakat itu sedang ditangani dan apakah kota mengizinkan dan mendukung parade Kebanggaan Gay atau Gay Pride.
Menurut temuan komunitas tersebut, Tel Aviv memimpin dalam perawatan komunitas LGBTQ. Kota ini mendukung pusat komunitas yang berdedikasi, inisiatif budaya dan sosial lokal, program sukarelawan, klinik kesehatan medis dan mental, agen tenaga kerja untuk masyarakat dan banyak lagi yang lainnya.
Kota Tel Aviv memiliki departemen khusus untuk masyarakat dan kebutuhannya. Departemen tersebut dipimpin oleh Itai Pinkus, yang mengatakan dia bangga menerima pengakuan atas upaya kota. “Kami mampu memberikan masyarakat dengan lingkungan terbaik di negara ini,” katanya, seperti dikutip Ynet, Senin (8/6/2020).
Menurut indeks, Rishon LeZion yang hanya berjarak beberapa mil dari Tel Aviv, mendapat peringkat kedua terbaik. Ini peringkat tinggi dalam acara budaya, setelah memprakarsai puluhan kegiatan dan program pendidikan untuk staf kota.
Givatayim, yang bersebelahan dengan Tel Aviv, berada di urutan ketiga dalam daftar setelah mengeluarkan manifestasi kesetaraan dan toleransi untuk memastikan keselamatan dan keamanan komunitas LGBTQ-nya. Kota ini juga menjalankan pusat khusus untuk mendukung keluarga masyarakat.
Yerusalem, yang merupakan kota suci tiga agama samawi—Yahudi, Kristen dan Islam—masuk dalam dalam daftar indeks kota ramah gay meski berada di urutan ke-22. Kota ini tidak memiliki kegiatan budaya atau kegiatan lain untuk penghuninya yang LGBTQ yang didukung oleh pemerintah kota.
Yerusalem tidak memiliki komunikasi langsung dengan atau menyediakan layanan khusus untuk melayani masyarakat LGBTQ. Tidak ada dana kota untuk parade Kebanggaan Gay dan acara toleransi, meskipun pernah terjadi pembunuhan tahun 2015 yang dialami Shira Banki, 16, oleh seorang ekstrimis Yahudi selama parade Kebanggaan Gay Pride.
Selain itu, dalam pelanggaran terhadap keputusan Mahkamah Agung, balai kota Yerusalem menolak untuk mendanai rumah bagi pemuda LGBTQ.
Setelah menerima indeks, Presiden Rivlin memuji dewan lokal sebagai sumber inspirasi untuk beroperasi dalam koalisi yang mencakup berbagai bagian masyarakat Israel. Koalisi ini, kata presiden, menunjukkan kerja sama antara komunitas agama dan sekuler serta Yahudi dan Arab, dan juga dapat bekerja bersama untuk kepentingan komunitas LGBTQ.
“Menjadi gay bukanlah penyakit,” kata Rivlin.”Dan tidak ada tempat di masyarakat Israel untuk terapi konversi,” paparnya.
Menteri Yerusalem Rafi Peretz mendukung terapi konversi LGBTQ selama tahun terakhir masa jabatannya sebagai menteri pendidikan. Dukungannya itu menyebabkan kemarahan publik dan kecaman dari masyarakat.
Hila Pe’er, kepala Satuan Tugas LGBTQ Israel, mengatakan bahwa pada saat banyak di masyarakat masih menderita homofobia dan diskriminasi, semua orang harus memastikan bahwa toleransi ditunjukkan oleh semua sektor masyarakat.
“Kami senang bekerja sama dengan pemerintah kota setempat untuk memajukan masyarakat,” katanya, seraya menambahkan bahwa suara LGBTQ akan terus terdengar hingga ada kesetaraan penuh.