Jurus ‘Tangan Besi’ Kendalikan Masyarakat Saat Krisis Corona
NAGALIGA — Perhatian dunia terkait penyebaran virus corona (SARS-CoV-2) kini tertuju ke luar China.
Jumlah kasus infeksi Covid-19 akibat virus corona di China, yang menjadi negara pusat penyebaran virus corona, saat ini semakin menurun. Sementara di negara lain, termasuk Indonesia, korban terus berjatuhan.
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), menyatakan sudah menetapkan sejumlah kebijakan untuk mengendalikan masyarakat demi menekan penyebaran virus corona. Mulai dari anjuran supaya penduduk tetap di rumah, menyiapkan fasilitas pengobatan darurat bagi mereka yang terinfeksi, memberi kelonggaran pajak hingga cicilan serta menyiapkan anggaran untuk menjaga ekonomi tidak terpuruk.
Formula yang diterapkan Jokowi untuk memerangi corona tentu berbeda dengan negara lain. Ada sejumlah kebijakan ‘tangan besi’ yang diterapkan di negara lain yang dianggap efektif untuk diterapkan untuk pengendalian sosial saat terjadi penyebaran wabah.
Sejak wabah Covid-19 merebak di Kota Wuhan, Provinsi Hubei dan menjalar ke daerah dan negara lain, pemerintah setempat memutuskan langsung menerapkan penutupan akses total sejak 23 Januari.
Seperti dilansir RTE, akibatnya jalanan sepi dan pergerakan 60 juta manusia di wilayah terdampak menjadi terbatas. Pemerintah China langsung memerintahkan menutup sekolah, melarang kegiatan yang melibatkan keramaian, pembatasan akses jalan raya, menjaga jarak di antara warga (social distancing).
Mereka lantas secepat kilat mencari tempat dan membangun rumah sakit darurat dan berkejaran dengan waktu menangani pasien virus corona.
Hal yang sama juga dilakukan di Korea Selatan, Iran, serta Italia.
Kerahkan Aparat Keamanan
Pemerintah China lantas membentuk satuan tugas yang terdiri dari tenaga medis dan aparat keamanan untuk melacak orang-orang yang tertular. Mereka mendirikan pos pemeriksaan dan menerjunkan polisi serta serdadu berjaga di kawasan pemukiman untuk membatasi pergerakan penduduk.
Pemerintah setempat juga merekrut relawan hingga tingkat kampung untuk memeriksa kondisi dan suhu tubuh para warga, seperti dilansir The Wall Street Journal.
Sejumlah negara bahkan menerapkan jam malam dan hukuman penjara serta denda untuk menekan pergerakan penduduk di masa krisis.
Penggunaan Teknologi
Pemerintah China dibantu perusahaan telekomunikasi melacak riwayat perjalanan orang-orang yang pernah melewati atau bahkan singgah di wilayah yang menjadi pusat wabah virus corona.
China juga menggandeng perusahaan teknologi seperti Alibaba dan Tencent untuk membuat aplikasi yang bisa menentukan apakah seorang penduduk mengidap atau negatif virus corona.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Korea Selatan, Taiwan serta Israel. Hal ini bertujuan untuk bisa memutus rantai penularan dan melacak siapa saja orang yang berinteraksi dengan pasien positif corona.
Menjamin Pasokan Makanan
China nampaknya memahami betul pemberlakuan lockdown tentu berdampak luas. Salah satunya adalah kebutuhan logistik penduduk.
Untuk memastikan para penduduk di wilayah yang diberlakukan kebijakan tersebut, pemerintah China hanya membolehkan akses bagi kendaraan yang mengangkut bahan makanan.
Pemerintah juga menerjunkan kader Partai Komunis China untuk mengantarkan bahan makanan mentah dan matang kepada seluruh penduduk yang terdampak lockdown.
Pantau Data Penduduk
Korea Selatan memutuskan melacak pergerakan para penduduk yang berasal dari pusat wabah virus corona seperti di Daegu melalui data transaksi dari kartu kredit.
Mereka juga membuat aplikasi dengan basis GPS untuk mengawasi pasien dalam pengawasan saat dikarantina.
Pemerintah Singapura lebih memilih meminta data perusahaan layanan transportasi daring serta kamera pemantau (CCTV) untuk melacak pergerakan penduduk yang positif corona dan orang-orang di sekitar mereka.