Jepang Berlakukan Darurat Nasional, Pemerintah Minta Warga Tetap Tenang
TOKYO – Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe mengumumkan akan mendeklarasikan darurat nasional menyusul membeludaknya jumlah pasien virus corona (Covid-19) di kota-kota besar Jepang yang berlaku hari ini. Langkah itu diharapkan dapat melindungi Tokyo, Hyogo, dan Osaka.
Jumlah pasien Covid-19 di Tokyo melampaui 1.000 orang. Secara total di Jepang, lebih dari 3.500 orang dinyatakan positif virus corona dan 85 orang meninggal dunia.
Seperti dilansir Japan Times, kebijakan tersebut dideklarasikan Abe, kemarin, dan kemungkinan akan diterapkan paling cepat hari ini. Di bawah undang-undang yang diamendemen pada Maret lalu, PM diberi kekuasaan untuk mengeluarkan status darurat jika wabah penyakit membahayakan kehidupan rakyat dan dapat menimbulkan dampak ekonomi yang besar. Saat ini, Covid-19 telah menyebabkan Jepang mengalami resesi.
Melalui kebijakan itu, pejabat pemerintah daerah yang terdampak memiliki payung hukum untuk mengimbau masyarakat berada di dalam rumah dan menutup bisnis. Namun, pejabat daerah diminta agar tidak memberlakukan lockdown, seperti di negara Eropa.
Sebelumnya, pejabat daerah telah mendesak Abe untuk mendeklarasikan darurat nasional terkait Covid-19. Gubernur Tokyo Yuriko Koike dan Asosiasi Medis Jepang juga meminta Abe agar segera memberlakukan pembatasan aktivitas publik.
Meningkatnya kasus virus corona di Tokyo yang tidak bisa dilacak menyebabkan Gubernur Tokyo Yuriko Koiko mengindikasi bahwa dirinya mendorong diberlakukannya status darurat. “Status darurat lebih saya favoritkan, dibandingkan meminta penduduk untuk menjaga jarak,” kata Koiko.
Namun, saat itu Abe tidak memiliki kewenangan mendeklarasikan darurat nasional seorang diri. Dia harus terlebih dahulu mengumpulkan data dan bukti dari para penasihat yang terdiri atas ahli kesehatan. Mereka akan menentukan, apakah situasinya darurat atau tidak.
Sampai berita ini diturunkan, jumlah pasien Covid-19 di Jepang mencapai 4.563 orang, 700 di antaranya penumpang kapal layar Diamond Princess, dengan angka kematian sekitar 104 orang.
Sebanyak 143 pasien baru juga ditemukan di Tokyo kemarin tertinggi di Jepang. Untuk mencegah krisis kesehatan dan medis, pemerintah lokal mengimbau warga agar tidak keluar rumah, kecuali penting atau darurat.
Melalui status darurat, pejabat daerah juga dapat menutup sementara fasilitas publik, seperti sekolah, kantor, teater, panggung, hingga stadion.
Jepang telah belajar dari Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua negara itu telah kewalahan menangani pasien yang terus berdatangan sehingga perlu membangun rumah sakit baru dengan kapasitas ribuan.
Di samping itu, dengan syarat tertentu, pejabat daerah Jepang dapat menjadikan fasilitas umum sebagai tempat penampungan pasien. Mereka juga dapat memaksa pabrik atau penjual masker dan makanan untuk diprioritaskan kepada yang lebih membutuhkan.
Beberapa staf Abe juga mengatakan, deklarasi darurat nasional perlu diambil jika pemerintah berharap dapat mencegah persebaran virus ke berbagai wilayah. “Semuanya hanya masalah waktu,” kata pejabat yang tidak mau disebutkan namanya.
Akhir pekan lalu, Abe telah bertemu dengan Menteri Kesehatan Katsunobu Kato, Menteri Revitalisasi Ekonomi Yasutoshi Nishimura, dan Sekretaris Kepala Kabinet Yoshihide Suga untuk mendiskusikan situasi terkini.
Nishimura mengatakan, situasinya sangat menegangkan. “Deklarasi ini akan jadi percuma jika jumlah pasien sudah membeludak. Jadi, harus segera diberlakukan. Kekurangan lainnya ialah kami tidak memberikan sanksi kepada para pelanggar,” kata Nishimura.
Kenji Shibuya, direktur Kesehatan Publik di King’s College, London, mengatakan status darurat di Jepang tergolong terlambat karena sudah terjadi ledakan kasus virus korona di Tokyo. “Status darurat seharusnya dideklarasikan pada 1 April lalu,” katanya dilansir Reuters.
Menteri Ekonomi Jepang Yasutoshi Nishimura meminta warga Jepang tetap tenang. “Saya meminta warga agar tidak perlu mengungsi ke wilayah lain dengan persebaran virus corona,” katanya.