Israel Takut Para Pejabatnya Ditangkap ICC soal Kejahatan Perang
TEL AVIV – Israel takut Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) akan mengeluakan surat perintah penangkapan bagi para pejabat dan mantan pejabatnya atas tuduhan kejahatan perang terhadap Palestina. Ketakutan itu muncul setelah jaksa ICC menyatakan siap membuka investigasi terkait kejahatan perang di wilayah Palestina.
Pemerintah negara Yahudi itu berencana untuk menolak bekerja sama dengan investigasi yang akan dilakukan ICC. Menurut para pejabat Israel yang dikutip Channel 12, pihak-pihak yang berpotensi ditangkap dan dituntut ICC adalah para perwira tinggi Angkatan Pertahanan Israel (IDF), serta prajurit berpangkat rendah.
Menurut laporan media tersebut, perdana menteri, menteri pertahanan, kepala IDF dan kepala dinas keamanan Shin Bet yang menjabat selama lima tahun terakhir juga bisa menghadapi penuntutan.
Penangkapan itu bisa terjadi karena prinsip ICC adalah berurusan dengan penuntutan individu atas dugaan kejahatan perang, bukan berurusan dengan negara.
Kantor Perdana Menteri (PMO) Israel berkomentar ketika disodorkan pertanyaan apakah Israel akan bekerja sama dengan pra-sidang ICC dalam 120 hari mendatang.”Sebuah keputusan akan diambil setelah tim hukum membuat rekomendasi mereka,” kata seorang pejabat PMO, seperti dikutip dari Times of Israel, Senin (23/12/2019).
Sumber-sumber diplomatik negara itu mengatakan kepada Channel 12 bahwa Israel mustahil akan bersedia bekerja sama dengan ICC. “Tidak akan ada kerja sama dengan pengadilan…tentu saja tidak jika akhirnya akan memutuskan untuk membuka penyelidikan (resmi),” kata para sumber.
Menurut mereka, organisasi swasta Israel berpotensi membela para pejabat dan mantan pejabat yang dituntut ICC, tetapi pemerintah Israel tidak akan bekerja dengan penyelidikan dalam kapasitas formal apa pun.
Jaksa Agung Israel Avichai Mandelblit pada Sabtu malam menyebut keputusan jaksa penuntut ICC Fatou Bensouda yang siap membuka penyelidikan kejahatan perang Israel terhadap Palestina sebagai keputusan yang tidak masuk akal dan gegabah.
“Israel adalah negara hukum yang demokratis, berkewajiban dan berkomitmen untuk menghormati hukum internasional dan nilai-nilai kemanusiaan. Komitmen ini telah berdiri kuat selama beberapa dekade, melalui semua masa sulit yang dihadapi Israel. Ini berakar pada karakter dan nilai-nilai Negara Israel dan dijamin oleh sistem peradilan yang kuat dan independen…tidak ada tempat untuk intervensi peradilan internasional dalam situasi seperti itu,” katanya.
Penyelidikan yang akan dibuka ICC diduga akan mencakup kebijakan Israel untuk menempatkan warganya di Tepi Barat, tindakannya selama perang 2014 di Gaza, dan tanggapannya terhadap protes Palestina di perbatasan Jalur Gaza yang diadakan sejak Maret tahun lalu.
Tak hanya Israel, ICC juga akan menyelidiki Hamas yang menargetkan serangannya terhadap warga sipil Israel selama perang 2014 dan penggunaannya atas warga sipil Palestina sebagai perisai manusia.
Bensouda sekarang telah merujuk masalah penyelidikan ke ICC yang berbasis di Den Haag untuk memerintahkan penyelidikan di wilayah tertentu yang memiliki yurisdiksi, karena Israel bukan anggota ICC.
Pada hari Sabtu, Menteri Transportasi Bezalel Smotrich meminta Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk memberikan ultimatum 48 jam kepada Otoritas Palestina untuk menarik petisinya di ICC atau melihat otoritas politik yang berbasis di Ramallah itu “diruntuhkan”.
Smotrich mengecam langkah ICC sebagai tindakan “anti-Semit” dan mengatakan Netanyahu seharusnya mengeluarkan ultimatum ke Otoritas Palestina sejak tahun lalu ketika mereka mengajukan permintaan untuk membuka penyelidikan kejahatan perang.
Mantan Kepala Staf IDF, Benny Gantz, juga mengecam keputusan ICC. “IDF adalah salah satu pasukan paling bermoral di dunia,” katanya. “IDF dan Negara Israel tidak melakukan kejahatan perang,” sambung dia.
Gantz berpendapat bahwa tidak ada dasar untuk tuntutan oleh jaksa penuntut ICC. Dia berpendapat bahwa keputusan Bensouda lebih didasarkan pada politik daripada berdasarkan hukum.
“Saya ingin menjadi jelas, dalam perjuangan untuk legitimasi internasional Israel; tidak ada koalisi atau oposisi. Kita semua akan berjuang demi keadilan dan hak fundamental kita untuk membela Negara Israel dan warga negara Israel,” kata Ketua Partai Blue and White tersebut.