ISIS Senang AS Habisi Jenderal Iran Qassem Soleimani
BAGHDAD – Kelompok ISIS menyambut dengan senang kematian jenderal top Iran, Qassem Soleimani, oleh serangan udara Amerika Serikat (AS) di Baghdad sepekan lalu. Menurut kelompok tersebut, kematian komandan Pasukan Quds itu adalah tindakan “intervensi Ilahi” dan itu akan menguntungkan perjuangan mereka.
Setelah Amerika menghabisi Soleimani, Koalisi Internasional Anti-ISIS pimpinan AS yang ditugaskan untuk menahan tumbuhnya ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) di Irak menghentikan semua operasi. Sebaliknya, mereka koalisi tersebut secara tidak langsung ikut jadi target balas dendam Iran yang sebenarnya diarahkan kepada Amerika.
Dalam surat kabar mingguan ISIS, al-Naba yang dikutip BBC, Jumat (10/1/2020), para ekstremis mengatakan sementara para musuh saling bertarung dan menghabiskan energi dan sumber daya mereka. Perseteruan AS dan Ira itulah, menurut ISIS menjadi kesempatan mereka untuk berkumpul dan bangkit kembali.
Beberapa hari setelah pembunuhan Jenderal Soleimani, NATO menarik beberapa personel dari Irak. Aliansi pimpinan Amerika itu menjelaskan bahwa keselamatan personel mereka adalah yang terpenting, setelah muncul kekhawatiran Iran akan menyerang orang-orang Barat di Irak sebagai balas dendam.
Salah satu anggota NATO, Jerman, telah mengekstraksi semua personel militernya dari Irak ke Yordania dan Kuwait. Personel-personil itu, bersama dengan sekutu-sekutu Eropa lainnya, berada di Irak ditugaskan untuk melatih pasukan keamanan negara itu untuk menghentikan pengelompokan kembali para ekstremis ISIS di wilayah tersebut setelah dikalahkan pada Desember 2017.
Kendati Iran dan AS mengindikasikan sama-sama mundur dari perang, kelompok milisi Syiah Irak pro-Iran telah bersumpah untuk membalaskan kematian Soleimani.
Pasukan Mobilisasi Populer (PMF), sebuah gabungan organisasi yang terdiri sekitar 40 kelompok milisi Syiah independen, telah berjanji untuk mengusir pasukan AS dari Irak.
Menurut laporan BBC, perseteruan AS dan Iran menjadi pertanda baik bagi para ekstremis ISIS yang selama dalam beberapa tahun terakhir mengalami kekalahan telak di Irak dan Suriah.
Pada Desember 2017, tiga tahun setelah para ekstremis menguasai sepertiga wilayah Irak, Perdana Menteri Irak saat itu; Haider al-Abadi, mengumumkan bahwa para ekstremis telah diusir. Namun, jarangnya pertempuran terbuka, dan lebih banyak taktik gerilya, “mesin” ISIS bisa aktif sekali lagi jika koalisi pimpinan AS terhambat dalam upayanya untuk menghentikan mereka.
Masih menurut laporan BBC, ketika ISIS mengambil alih Mosul pada tahun 2014, PMF digalang oleh Soleimani dan ulama Irak, Ayatollah Ali al-Sistani. Ulama itu mengatakan kepada PMF untuk mengarahkan perjuangan mereka terhadap ekstremis ISIS. Sejak itu, PMF melakukan kampanye brutal untuk memerangi kelompok ekstrimis tersebut.