Hong Kong Kecam Laporan Inggris dan AS soal Hukum Kemananan Nasional
Inggris dan AS pada hari Kamis (31/03) merilis laporan dengan kritikan yang merinci kekhawatiran tentang tergerusnya kebebasan ekonomi Hong Kong dan pembungkaman perbedaan pendapat di legislatif kota, masyarakat sipil, dan media.
Laporan tersebut muncul setelah dua hakim senior Inggris, Robert Reed dan Patrick Hodge, mengundurkan diri dari pengadilan tinggi Hong Kong pada hari Rabu (30/03) karena undang-undang keamanan nasional yang menghukum pelanggaran seperti subversi dengan hukuman penjara seumur hidup.
Menanggapi laporan ini, Pemerintah Hong Kong pada hari Jumat (01/04) menyatakan, pihaknya menolak tuduhan “tidak berdasar dan tidak masuk akal” yang dibuat dalam laporan-laporan kebijakan dari Inggris dan Amerika Serikat (AS) tentang situasi politik dan hukum yang memburuk karena diberlakukannya undang-undang keamanan nasional di Hong Kong.
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam menyebut pengunduran diri dua hakim senior Inggris itu “bermotivasi politik”, sementara Cina menyalahkan pengunduran diri kedua hakim karena “tekanan Inggris” dalam melawan undang-undang keamanan nasional.
“Kami sangat menentang tuduhan tidak berdasar dan tidak masuk akal terhadap pemerintah daerah administrasi khusus Hong Kong yang dibuat oleh negara asing melalui berbagai laporan,” kata pemerintah Hong Kong dalam sebuah pernyataan dikuti dari kantor berita Reuters.
“Pemerintah mendesak negara-negara asing untuk berhenti mencampuri urusan dalam negeri Cina melalui urusan Hong Kong,” lanjut pernyataan itu.
Dua hakim Inggris mengundurkan diri dari Hong Kong
Pemerintah di London menyatakan, “tidak mungkin” untuk dapat mempertahankan kedua hakim Inggris itu untuk tetap melayani di pengadilan tinggi Hong Kong, dengan alasan situasi politik dan hukum Hong Kong “sekarang telah memburuk melampaui titik di mana dapat diterima untuk melayani hakim Inggris untuk mengambil bagian.”
Hakim Inggris telah lama bertugas di antara para pakar hukum asing yang ditunjuk untuk Pengadilan Banding Terakhir Hong Kong (CFA), sebuah pengaturan yang dibuat sebelum penyerahan Hong Kong ke Cina pada tahun 1997 untuk menjaga kepercayaan pada sistem hukum terpisah yang secara luas dipandang sebagai landasan kebebasan sosial dan komersial di sana.
Sementara itu, sembilan hakim asing lainnya dilaporkan masih akan melayani pengadilan Hong Kong. Lima di antaranya adalah hakim Inggris, tiga orang Australia, dan satu orang Kanada.
Dalam pernyataan bersama, kelima hakim Inggris mengatakan mereka “sepenuhnya puas” dengan kemandirian dan integritas CFA.
“Pada saat kritis dalam sejarah Hong Kong, lebih penting dari sebelumnya untuk mendukung pekerjaan pengadilan banding dalam tugas mereka untuk mempertahankan aturan hukum dan meninjau tindakan mereka,” kata mereka dikutip dari kantor berita AFP.
Aktivis Hong Kong di Inggris, Nathan Law, mendesak hakim yang tersisa untuk mengundurkan diri “secepat mungkin.”
Cina dan Hong Kong semakin “mirip”?
Situasi politik dan hukum di Hong Kong saat ini tengah menjadi perhatian para pebisnis dan diplomat, mengingat pentingnya independensi hukum terhadap status Hong Kong sebagai pusat keuangan global.
Perbedaan antara Hong Kong dan kota-kota di Cina daratan “menyusut karena penindasan yang terus berlanjut dari Republik Rakyat Cina”, kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam laporan itu.
Pemerintah Hong Kong mengatakan bangga dengan “komitmen tak tergoyahkan” terhadap supremasi hukum dan peradilan yang independen.
“Pemerintah juga mengatakan berkomitmen kuat untuk menjaga kebebasan pers dan kebebasan berpendapat, dengan media dapat memantau pekerjaan pemerintah dan mengkritik kebijakan selama itu tidak melanggar hukum”, pungkas pernyataan itu.