Giliran Inggris dan Kanada Sanksi Para Jenderal Myanmar
LONDON – Pejabat urusan luar negeri di Inggris dan Kanada telah mengumumkan sanksi baru terhadap tokoh militer senior Myanmar . Sanksi dijatuhkan atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang-orang yang memprotes aksi kudeta militer yang sedang berlangsung.
Kedua negara memberi sanksi kepada Menteri Pertahanan Myanmar Jenderal Mya Tun Oo atas tindakan keras militer terhadap pengunjuk rasa dan Menteri Dalam Negeri Letjen Soe Htut yang bertanggung jawabnya atas tindakan brutal polisi. Wakil Menteri Dalam Negeri Letjen Than Hlaing adalah orang ketiga yang diberi sanksi.
Inggris memberikan sanksi total pada 19 pejabat militer atas kudeta tersebut, dan Kanada 54 orang.
Sanksi Inggris termasuk pembekuan aset dan larangan perjalanan pada tiga orang yang disebutkan di atas, dengan Kementerian Luar Negeri mengatakan langkah-langkah itu bertujuan untuk mencegah bantuan mencapai junta militer yang berkuasa. Tindakan Kanada juga secara efektif membekukan aset mereka yang menjadi target seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (19/2/2021).
Sebelumnya Amerika Serikat (AS) juga telah menjatuhkan sanksi kepada para jenderal Myanmar dan membatalkan bantuan sekitar USD42 juta untuk negara tersebut.
Militer Myanmar menahan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan pejabat terpilih lainnya pada 1 Februari, merebut kekuasaan dan menyatakan keadaan darurat satu tahun setelah mengklaim bahwa pemilu pada November lalu telah dicurangi.
Aksi protes telah meletus di seluruh negara itu dan sekitar 495 pemimpin politik lokal, aktivis serta pengunjuk rasa telah ditangkap, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Pada hari Kamis, kelompok yang disebut Myanmar Hackers juga dilaporkan mengganggu situs web yang dijalankan oleh militer sebagai respon atas akses internet yang diblokir di negara itu selama empat hari berturut-turut.