Gara-gara Komentar Pembaca, Media Malaysia Divonis Bersalah dan Didenda Rp1,7 M
KUALA LUMPUR – Pengadilan Federal Malaysia pada hari Jumat (19/2/2021) memutuskan media setempat, Malaysiakini, bersalah dan didenda 500.000 ringgit Malaysia (lebih dari Rp1,7 miliar). Media tersebut dituduh menghina pengadilan gara-gara komentar pembaca di situs webnya.
Kasus ini dipandang publik secara luas sebagai ujian kebebasan media di negara Asia Tenggara tersebut.
Tahun lalu, Jaksa Agung Malaysia mengambil tindakan terhadap Malaysiakini dan pemimpin redaksinya Steven Gan atas lima komentar yang di-posting oleh pembaca di situs webnya yang dianggap merusak kepercayaan publik terhadap pengadilan.
Dalam keputusan enam banding satu pada hari Jumat, Pengadilan Federal memutuskan bahwa Malaysiakini memegang tanggung jawab penuh atas situs webnya, termasuk setiap komentar yang ditinggalkan oleh pembaca. Mereka mengatakan kasus ini adalah “pengingat” kepada publik untuk tidak menggunakan komentar online untuk menyerang pengadilan dan denda tersebut mencerminkan beratnya pelanggaran.
“Pernyataan yang dituduh telah menyebar luas…isinya palsu dan tercela dan isinya melibatkan tuduhan korupsi yang tidak terbukti dan tidak benar,” kata hakim Rohana Yusuf, yang mengetuai majelis hakim.
Gan yang dinyatakan tidak bersalah mengaku kecewa dengan keputusan tersebut.
“Kejahatan apa yang telah dilakukan Malaysiakini sehingga kami dipaksa untuk membayar 500.000 ringgit ketika ada individu yang dituduh menyalahgunakan kekuasaanuntukjutaan dan miliaran orang yang berjalan bebas,” katanya.Surat kabar online berbahasa Inggris ini mengguncang lanskap media yang dikontrol ketat di negara itu ketika diluncurkan pada 1999. Media tersebut memanfaatkan kebebasan yang ditawarkan oleh internet, yang dijanjikan Perdana Menteri Mahathir Mohamad untuk tidak disensor.
Pelaporannya yang tanpa rasa takut dengan cepat menarik perhatian pemerintah dan menjadi sasaran penggerebekan polisi secara teratur.
Amnesty International Malaysia mengatakan pihaknya “sangat khawatir” dengan keputusan pengadilan karena menghukum dan mendenda Malaysiakini.
“Hukuman dan denda merupakan kemunduran besar bagi kebebasan berekspresi di negara ini,” kata Katrina Jorene Maliamauv, direktur eksekutif Amnesty International Malaysia, dalam sebuah pernyataan.
“Penggunaan undang-undang penghinaan terhadap pengadilan untuk menyensor debat online dan membungkam media independen adalah contoh lain dari menyusutnya ruang bagi orang untuk mengekspresikan diri secara bebas di negara ini.”