Eks Presiden Ekuador Sanggah Rencanakan Kudeta
BRUSSELS – Mantan presiden Ekuador Rafael Correa membantah dirinya mengatur kudeta terhadap pemerintah negara itu dari pengasingannya di Belgia. Correa dituduh telah memicu kerusuhan terburuk selama bertahun-tahun di negara produsen minyak itu oleh Presiden Lenin Moreno.
Presiden Lenin Moreno untuk menuduh Correa, pendahulu sekaligus mentornya, mencoba menggulingkannya dengan bantuan dari Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
“Mereka adalah pembohong. Mereka bilang saya sangat kuat sehingga dengan iPhone dari Brussels saya bisa memimpin protes,” katanya.
“Orang-orang tidak tahan lagi, itu kenyataan,” sambungnya, merujuk pada langkah-langkah penghematan yang dibawa oleh Moreno dengan dukungan dari IMF seperti dikutip dari Reuters, Rabu (9/10/2019).
Correa, yang tinggal bersama istrinya di sebuah kota kecil di selatan Brussel, dengan keras mengkritik Moreno. Ia mengatakan bahwa pemerintah telah jatuh dan ia tidak mengharapkan Moreno, yang berada di kota pelabuhan selatan Guayaquil, kembali ke Quito untuk memerintah sementara protes berlanjut.
“Mengapa mereka tidak mengumumkan pemilu dimajukan,” katanya, menyerukan warga Ekuador untuk menggunakan hak untuk melawan apa yang ia sebut penindasan pemerintah.
Correa mengatakan dia siap untuk kembali, mungkin sebagai calon wakil presiden, jika pemilihan baru diadakan.
“Jika perlu, saya akan kembali. Saya harus menjadi kandidat untuk sesuatu, misalnya, wakil presiden,” kata Correa, yang mengatakan ia mencari nafkah di Brussels sebagai konsultan untuk pemerintah Venezuela dan wawancara untuk saluran RT Rusia, yang didukung oleh negara Rusia.
“Dari sana, kita akan membutuhkan majelis konstituante,” katanya, meskipun dia menolak untuk memberikan rincian tentang kebijakan pemerintah di masa depan.
“Ini bukan rencanaku, aku berkewajiban melakukan ini,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, ia membantah mempunyai hubungan langsung dengan Maduro di Venezuela, yang dituduhkan Prancis, Amerika Serikat, dan beberapa negara Amerika Latin sebagai diktator ketika krisis politik dan ekonomi semakin dalam di Venezuela.
Namun dia juga menuduh AS dan Uni Eropa munafik karena menjatuhkan sanksi ekonomi pada pemerintah Maduro, yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
“Mereka memiliki blokade kriminal (melawan Venezuela). Mereka harus mengangkatnya,” tegasnya.
Correa, yang mengatakan sedang mengerjakan lima buku berbeda, membela keputusannya untuk tinggal di Belgia negara asal istrinya setelah meninggalkan kantor kepresidenan pada 2017. Dia mengatakan bahwa memang benar bahwa setelah 26 tahun hidup sebagai pasangan di Ekuador, mereka menghabiskan waktu di Belgia.
Tetapi dia juga mengakui bahwa dia menghadapi 29 dakwaan berbeda terhadapnya, dari korupsi hingga penyalahgunaan kekuasaan di Ekuador. Ia tidak akan kembali kecuali situasi politik berubah karena dia mengatakan tidak akan mendapatkan persidangan yang adil.
“Saya harus menyiapkan kasus hukum saya. Mereka telah meminta Interpol untuk meningkatkan red notice dan menangkap saya, saya harus menyewa seorang pengacara … itu adalah tugas yang sangat besar. Dalam beberapa tahun terakhir, saya bekerja hanya untuk membayar pengacara,” tukasnya.