Diancam China dengan ‘Hukuman Abadi’, Australia Dibela AS
SYDNEY – Pemerintah China, melalui medianya, mengancam akan memberikan “hukuman abadi” terhadap Australia setelah seorang Senator Canberra menyerukan publik untuk memboikot produk-produk Beijing. Amerika Serikat (AS) menyatakan berdiri di belakang Canberra dan siap melobi komunitas internasional untuk turut serta membela sekutunya tersebut.
Perseteruan terbaru antara Beijing dan Canberra ini dimulai ketika seorang diplomat senior China mem-posting foto rekayasa di Twitter yang menggambarkan seorang tentara Australia dengan tersenyum memenang pisau di tenggorokan anak Afghanistan.
Posting itu sebagai respons atas laporan investigasi militer Australia yang menyatakan para tentara elite-nya di Afghanistan telah membunuh 39 warga, termasuk tahanan, secara brutal.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison telah mendesak Beijing meminta maaf atas posting foto rekayasa itu. Namun, China menolak minta maaf dan menolak pula untuk menghapus tweet tersebut.Tweet foto rekayasa tersebut telah memicu kontroversi internasional, di mana Departemen Luar Negeri AS mengecam kemunafikan Beijing atas pelanggaran kemanusiaan terhadap populasi Muslim Uighur. Menurut departemen tersebut, posting itu menggambarkan “titik terendah baru, bahkan untuk Partai Komunis China”.
Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional untuk Presiden terpilih AS Joe Biden, mengatakan AS akan melobi komunitas internasional untuk mendukung Australia setelah “serangan” berkelanjutan dari Beijing.
“Rakyat Australia telah berkorban besar untuk melindungi kebebasan dan demokrasi di seluruh dunia,” katanya di Twitter, yang dikutip news.com.au, Kamis (3/12/2020).
“Seperti yang kita miliki selama satu abad, Amerika akan berdiri bahu membahu dengan sekutu kita Australia dan menggalang negara demokrasi untuk memajukan keamanan, kemakmuran, dan nilai-nilai kita bersama,” lanjut dia.Komentar Sullivan muncul setelah Duta Besar AS untuk Australia Arthur Culvahouse bergabung dengan pile-on pada hari Rabu, dengan mengatakan kepada Beijing bahwa mereka dapat belajar banyak dari transparansi Australia.
Dia mengatakan Australia telah bertanggung jawab dan terbuka tentang dugaan kejahatan yang dilakukan oleh tentaranya di Afghanistan. Dia lantas menuduh China menutupi pelanggaran hak asasi manusia dan asal-usul pandemi COVID-19.
Beijing, melalui editorial media pemerintah The Global Times, mengancam bahwa Australia akan “membayar mahal” karena berpihak pada AS.
“Tidak ada alasan bagi China untuk melanjutkan peredaan terhadap Australia,” bunyi editorial tersebut.
“Masyarakat China sangat menganjurkan hukuman yang tegas dan abadi terhadap Australia, agar dunia melihat dengan jelas—seseorang pada akhirnya akan membayar harga karena memihak AS dan membalas kebaikan dengan tidak berterima kasih kepada China.”
Senator partai sayap kanan Australia One Nation, Pauline Hanson, telah memimpin seruan agar warga Australia memboikot barang-barang buatan China. Dia menyerukan kebangkitan kembali industri manufaktur Australia, dengan alasan negaranya telah menjadi terlalu bergantung pada mitra dagang terbesarnya.
“Anda mungkin berpikir itu sangat sulit. Sulit, saya mengerti,” katanya dalam video Facebook pada Senin malam.
“Kita semua memiliki peran dalam hal ini. Pikirkan tentang hal ini ketika Anda membeli…lihat dari mana asalnya. Jika itu China, biarkan di rak.”
Seruannya itu menanggapi China yang memberlakukan tarif hingga 212 persen untuk anggur Australia pada hari Jumat, yang oleh Menteri Perdagangan Simon Birmingham digambarkan sebagai “pukulan yang menghancurkan” bagi industri anggur.
Auswan, label dengan wajah mantan Duta Besar untuk Beijing Geoff Raby, dipukul dengan tarif yang jauh lebih rendah. Raby telah menjadi kritikus blakblakan tentang penanganan Canberra atas hubungannya dengan Beijing.Namun Beijing memperingatkan Senator Hanson telah memperkirakan pentingnya Australia bagi China dan mengancam “hukuman abadi” untuk setiap boikot pembalasan.
“Dia dan sejenisnya tidak berperilaku seperti macan kertas tetapi kucing kertas histeris,” tulis Global Times dalam editorialnya.
“Australia lebih mengandalkan China dalam kerja sama ‘win-win‘ mereka. Kami tidak ingin menghina Australia dan rakyatnya, tetapi kami benar-benar membenci politisi ekstrem seperti Hanson.”
Sementara itu, Aliansi Antar-Parlemen di China, yang terdiri dari lebih dari 200 anggota parlemen dari berbagai partai politik dan 19 negara, telah meluncurkan kampanye yang mendesak orang-orang untuk membeli anggur Australia.