Di Tengah Wabah Corona, Negara Bahagia Paling Siap Hadapi Pandemi
KOPENHAGEN – Pandemi virus corona (Covid-19) benar-benar menguji kapasitas sebuah negara untuk mengatasi dan menanganinya. Ternyata negara yang berstatus negara paling bahagia di dunialah yang paling siap menghadapi pandemi tersebut.
Hal itu bisa terjadi karena negara paling berbahagia di dunia, seperti Finlandia, Denmark, Swiss, Islandia, dan Norwegia, memiliki sistem keselamatan sosial dan sistem pendukung lainnya yang lebih siap dan solid sebelum pandemi virus corona melanda negara tersebut.
Seperti disaksikan Samuel Kopperoinen, penduduk Finlandia. Dia mengaku tinggal di negara paling bahagia di dunia saat pandemi virus corona bukan kebahagiaan jangka pendek. Namun, itu adalah suatu kebahagiaan jangka panjang karena mendapatkan jaminan keamanan dan keselamatan, baik kesehatan, finansial, maupun masa depan.
Finlandia merupakan negara paling bahagia di dunia dalam tiga tahun berturut-turut versi World Happiness Report yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Setelah Finlandia, disusul Denmark, Swiss, Islandia, dan Norwegia. Laporan itu dikeluarkan pada 20 Maret lalu bertepatan dengan Hari Kebahagiaan Internasional.
Negara tersebut dinilai paling bahagia karena enam variabel, yakni dukungan pendapatan, kebebasan, kepercayaan, ekspektasi kesehatan, dukungan sosial, dan kedermawanan. “Bagian paling penting dari kebahagiaan adalah kualitas perawatan kesehatan publik yang baik,” kata Kopperoinen, penduduk Helsinki yang bekerja sebagai kontraktor dan memiliki tiga anak. “Kita percaya dengan kualitas dan ketersediaan fasilitas kesehatan,” katanya.
Bukan hanya itu, menurut Kopperoinen, jaringan keamanan sosial juga menjadi hal penting. “Itu membantu kita jika kita kehilangan pekerjaan kita, sakit, atau anak sakit. Kita akan kehilangan pendapatan, tapi kita mendapatkan kompensasi sehingga kita bisa bertahan dan menyesuaikan diri dengan konsumsi sehari-hari,” katanya.
Namun, penanganan pandemi bukan hanya faktor perawatan kesehatan. Faktor lain yang menjadi faktor penentu adalah perawatan kesehatan, sistem pendidikan, dan fasilitas bagi pengangguran sehingga membentuk suatu masyarakat yang siap menghadapi ketidakpastian ketika virus corona menyebar ke seluruh dunia.
“Penduduk lokal dan gereja juga mengorganisasi bantuan dan bagi anggota mereka,” kata Kopperoinen. Dia mengungkapkan, banyak layanan orang per orang dan jaringan yang terorganisasi seperti Nappi Naapuri, di mana orang meminta bantuan, maka tetangga akan memberikan pertolongan.
Sementara itu, profesor ekonomi dan Direktur Pusat Pembangunan Keberlanjutan Universitas Columbia Jeffrey Sachs mengungkapkan, kebahagiaan tidak membatasi negara tersebut melawan virus baru. Bukan karena sistem kesehatannya, tetapi bagaimana warganya bisa menanganinya.
“Langkah kunci dalam beberapa pekan yang dilaksanakan seperti jaga jarak, isolasi diri, karantina, penampungan, dan langkah lainnya hingga shutdown merupakan bagian penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi,” ungkap Sachs.
Menurut Sachs, segala langkah harus diimplementasikan dan diikuti dengan dampak ekonomi dalam jangka pendek. “Itu semua dilakukan untuk menghindari bencana kematian,” ujarnya. Dia meyakini pemerintahan yang berjalan dengan baik karena penanganan pandemi membutuhkan pemerintahan yang kuat dan efektif dalam mengimplementasikan kebijakan,” paparnya.
Hal yang kontras justru ditunjukkan Amerika Serikat (AS) yang menempati peringkat ke-18 dalam World Happiness Report. Sachs mengatakan, situasi di AS “sangat kisruh”. “Pada kasus tersebut merefleksikan bagaimana pemerintah yang memiliki kepercayaan rendah dan performa lemah. AS dinilai tidak siap,” katanya.
Berdasarkan laporan World Happiness Report, ketika pandemi seperti virus corona menyerang penduduk suatu negara, kepercayaan penduduk kepada pemerintah menjadi hal penting. Warga juga akan mudah untuk diajak bekerja sama untuk memperbaiki dampak buruk pandemi serta membangun kembali kehidupan yang lebih baik. “Warga yang saling bantu membantu dan pemerintahan yang bekerja keras menunjukkan kebanggaan dan rasa memiliki untuk melakukan mitigasi dalam penanganan bencana,” demikian keterangan World Happiness Report.
Dalam pandangan guru sejarah di Finlandia, Ville Jattela, pemerintahan Finlandia tidaklah terlalu sempurna. Namun, penduduk memberikan kepercayaan kepada pemerintahan saat ini dalam penanganan krisis. “Dalam situasi krisis seperti ini, pemerintah memberikan informasi yang ada. Saya yakin mereka melakukan yang terbaik dan apa yang mereka mampu lakukan,” katanya.