Demo Besar di Chile, Gereja-gereja Dibakar
SANTIAGO – Dua gereja dibakar saat puluhan ribu demonstran berkumpul pada Minggu (18/10/2020) di alun-alun pusat Santiago, Chile. Demo ini untuk menandai peringatan gerakan protes yang pecah tahun lalu untuk menuntut kesetaraan yang lebih besar di negara tersebut.
Demo besar ini terjadi hanya seminggu sebelum rakyat Chile memberikan suara dalam referendum tentang apakah akan menggantikan konstitusi era kediktatoran—salah satu tuntutan utama ketika gerakan protes dimulai pada 18 Oktober 2019.
Demo dimulai pagi hari dengan suasana meriah di Plaza Italia. Namun, beberapa insiden kekerasan, penjarahan dan vandalisme mulai terjadi pada sore hari.
Satu gereja yang dekat dengan Plaza Italia dibakar saat pengunjuk rasa berkerudung bersorak. Sedangkan gereja kedua dijarah dan juga mengalami kerusakan akibat kebakaran. Para petugas pemadam kebakaran berjibaku mengendalikan kobaran api.
Gereja kecil, Church of the Assumption, yang hancur total dikenal sebagai “paroki seniman”.
Terjadi bentrokan antara kelompok hooligan sepak bola di satu lingkungan Santiago, sementara pengunjuk rasa di Plaza Italia menyiram patung dengan cat merah.
Wali kota komunis dari lingkungan dekat alun-alun, Daniel Jadue, diburu keluar dari Plaza Italia oleh pengunjuk rasa.Situasi jauh berbeda pada pagi hari ketika para pengunjuk rasa, banyak di antaranya mengenakan masker untuk melindungi diri dari pandemi virus corona, mengangkat spanduk, bernyanyi dan menari. Polisi bahkan secara bertahap mundur dari Plaza Italia.”Ini hebat, sangat bagus dan positif. Mereka murni hal-hal baik untuk Chile dalam segala hal mulai dari sini,” kata pengunjuk rasa Viviana Donoso, 43, kepada AFP saat dia dan sekelompok orang menari mengikuti genderang.
“Orang-orang Chile perlu bersatu, dan kami harus yakin bahwa kami dapat melakukan banyak hal.”
Beberapa bahkan hadir dalam demonstrasi dengan pakaian mewah.
Bagi Victor Hugo de la Fuente, seorang jurnalis dan manajer di Le Monde Diplomatique edisi Chile, kebahagiaan menguasai di antara para pengunjuk rasa karena kemungkinan untuk maju dan mencapai Chili yang lebih adil dan lebih demokratis.
Para pengunjuk rasa juga meminta warga negara mereka untuk memberikan suara untuk “menyetujui” perubahan konstitusi yang diusulkan.
“Ini adalah kesempatan untuk mengatakan cukup! Kami di sini dan kami akan memilih ‘Setuju’,” kata Paulina Villarroel, psikolog berusia 29 tahun, kepada AFP yang dilansir Senin (19/10/2020).
Pemerintah Presiden Sebastian Pinera—salah satu target utama pengunjuk rasa—meminta para demonstran untuk bersikap damai dan menghormati aturan pembatasan untuk pencegahan virus corona.
Wabah Covid-19 telah menewaskan 13.600 orang Chile dengan lebih dari 490.000 lainnya terinfeksi.
Protes meletus setahun yang lalu awalnya sebagai tanggapan atas kenaikan tarif kereta api, sebelum menjamur menjadi demonstrasi umum menentang ketidaksetaraan dan pemerintah.
Pada suatu malam kerusuhan, belasan stasiun metro dibakar, halte bus dihancurkan, supermarket dijarah, bangunan dirusak, dan pengunjuk rasa bentrok dengan polisi antihuru-hara yang menembakkan gas air mata dan menggunakan meriam air.