Cerita China Kremasi Korban Meninggal akibat Virus Corona
JINGZHOU – Sepuluh guci yang tidak diklaim didudukkan di sebuah krematorium di Jingzhou, sebuah kota di Provinsi Hubei, China tengah. Provinsi itulah yang jadi episentrum atau pusat wabah virus corona baru, COVID-19, terutama di kota Wuhan.
Pemakaman korban meninggal akibat virus itu dilarang di seluruh China, termasuk di Jingzhou. Kebijakan itu membuat sanak saudara korban terjebak di rumah mereka tentang apakah harus menunggu atau mengambil sisa-sisa jenazah orang-orang yang mereka cintai.
“Abu orang meninggal berada di bawah perawatan kami untuk saat ini karena anggota keluarga mereka berada di karantina, atau mereka pergi dan belum dapat kembali,” kata direktur krematorium Jingzhou, yang hanya memberikan nama marganya; Sheng, karena dia tidak diizinkan berbicara kepada media.
“Tidak ada perpisahan, tidak ada upacara yang diizinkan,” kata Sheng kepada Reuters di gedung kantornya yang berwarna putih.
Virus corona COVID-19 telah menginfeksi lebih dari 720.000 orang di 199 negara, di mana 33.956 di antaranya meninggal.
Di China, tempat virus itu muncul pertama kali, virus tidak hanya menyerang kehidupan manusia sehari-hari tetapi orang-orang yang sudah meninggal pun juga direpotkan karena penyakit tersebut sangat menular.
Para keluarga di China yang berduka belum bisa mengadakan pemakaman sejak 1 Februari, bahkan ketika wabah di negara itu mulai mereda. Bagi keluarga, tidak ada ritual layaknya berkabung untuk kerabat mereka yang meninggal secara normal.
Rumah pemakaman di Jingzhou sunyi. Jas Hazmat digantung di luar ruangan tempat para pekerja yang membawa jenazah dari rumah sakit ke krematorium tidur siang.
Sedangkan keluarga korban dikarantina dan rumah mereka sepi. Mereka tidak bisa menggelar upacara penghormatan untuk abu jenazah kerabat yang meninggal.
“Apa yang kita lakukan untuk menerima hukuman seperti itu?,” ujar Wang Wenjun di Wuhan, Provinsi Hubei, kepada Reuters bulan lalu, setelah keluarganya harus menunggu 15 hari untuk abu jenazah kerabat.
Tanpa pemakaman, staf Sheng, seperti pekerja krematorium di sebagian besar wilayah China, mendapatkan hak untuk bekerja. Beberapa dari mereka mengenakan pakaian bedah yang menutup seluruh tubuh dan penutup rambut seperti topi mandi warna biru.
“Di masa lalu, sebelum epidemi, akan ada yang berjaga-jaga hingga tiga hari dan kami akan melakukan pekerjaan kami sesudahnya,” kata Sheng. “Tapi sekarang ketika orang itu meninggal, rumah sakit akan melakukan disinfeksi dan kremasi akan terjadi segera setelah itu.”
Staf di fasilitas tempat Sheng telah bekerja selama 29 tahun sekarang bergiliran sepanjang waktu, kalau-kalau ada telepon dari rumah sakit di tengah malam untuk mengumpulkan jenazah korban virus corona. Sebelumnya, mereka mengkremasi jenazah di pagi hari.
“Para pekerja rumah sakit bekerja sangat keras tetapi begitu juga para pekerja pemakaman,” katanya.
Data hingga saat ini menunjukkan, China memiliki 81.439 kasus infeksi COVID-19 dengan 3.300 orang di antaranya telah meninggal. Sebanyak 75.448 pasien telah disembuhkan.