Calon PM Inggris di Mata Beijing, Berlomba Tutupi Masalah Domestik
BEIJING – Media Global Times yang dikontrol pemerintah Beijing menyebut dua kandidat utama Perdana Menteri Inggris, berlomba mengkampanyekan program antiCina.Isu itu dikampanyekan untuk menutupi masalah-masalah domestik negaranya, terutama persoalan ekonomi, yang paling diperhatikan para pemilihnya.
Global Times dalam laporan Selasa (26/7/2022), menyebut dua kandidat Partai Republik, Rishi Sunak dan Liz Truss saling berlomba mengkampanyekan siapa yang dapat bermain lebih keras melawan Cina.
Analis Cina mengatakan kebijakan terkait Cina di negara-negara seperti AS dan Inggris tidak akan berubah secara dramatis meski terjadi perubahan pemimpin.
Isu “ancaman Cina” tetap menjadi salah satu pilihan terbaik bagi para politisi yang tidak kompeten untuk menutupi kegagalan mereka.
Para politisi ini tahu Cina tidak ada kaitan dengan krisis ekonomi yang mereka hadapi, tetapi berusaha tutup mata.
Mendorong Sinophobia dan membiarkan orang-orang mereka percaya Inggris harus menyalahkan dan takut Cina ketika mereka mengalami masalah, adalah pilihan paling mudah.
Karena isu itu hanya bertujuan kampanye, Cina tidak perlu menganggapnya terlalu serius. Apa yang dilakukan setelah melangkah ke Downing Street No 10 bagi yang terpilih, jauh lebih penting diperhatikan.
Kampanye Rishi Sunak dan Liz Truss
Rishi Sunak dan Liz Truss telah berselisih mengenai siapa yang akan mengambil sikap paling keras terhadap Cina dalam perjalanan memperebutkan kursi perdana menteri Inggris berikutnya.
Sunak, mantan menteri keuangan, mengatakan Cina mewakili ancaman terbesar bagi Inggris dan keamanan serta kemakmuran dunia abad ini.
Dikutip The Financial Times, ia mengusulkan serangkaian tindakan untuk mengurangi pengaruh Beijing di Inggris.
Menanggapi pernyataan keras Sunak terhadap Cina, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan ia tidak akan mengomentari pemilihan kepemimpinan Partai Konservatif Inggris.
“Saya ingin menjelaskan kepada politisi Inggris tertentu bahwa membuat pernyataan yang tidak bertanggung jawab tentang Cina, termasuk mengada-ada apa yang disebut ‘ancaman China’, tidak dapat menyelesaikan masalah sendiri,” kata Zhao.
Liz Truss, rival Sunak, menuding Sunak telah bersikap “lunak” terhadap Cina, dan dia, hingga baru-baru ini, berencana mengadakan konferensi ekonomi dan keuangan Inggris-China untuk pertama kalinya sejak 2019.
Ketika Sunak menjadi menteri keuangan pada Juli 2021, dia mengatakan Inggris harus meningkatkan hubungan perdagangannya dengan Cina.
Namun, Sunak telah benar-benar mengubah nadanya menjelang debat dengan Truss. Menurut Financial Times Sunak mengatakan dia akan melarang semua 30 cabang Institut Konfusius di Inggris.
Alasannya, organisasi pendidikan dan budaya digunakan oleh pemerintah Cina untuk mempromosikan soft power di universitas-universitas Inggris.
Dia juga menjanjikan penggunaan undang-undang keamanan nasional baru yang lebih ketat untuk melindungi perusahaan rintisan teknologi Inggris dari investasi Cina.
Cui Hongjian, Direktur Departemen Studi Eropa di Institut Studi Internasional China, mengatakan kepada Global Times, kedua kandidat berusaha memenangkan dukungan elite paling konservatif.
Juga merebut simpati akar rumput Tory yang mungkin tidak memiliki banyak akal sehat dalam hal kebijakan luar negeri.
Karena Truss lebih disukai di antara orang-orang ini, Sunak percaya dia harus lebih konservatif untuk menang.
Sunak dan Truss bersaing untuk mendapatkan dukungan dari sekitar 160.000 anggota Konservatif yang akan mulai memberikan suara pada awal Agustus.
Analis Cina mengatakan Inggris saat ini menghadapi masalah ekonomi yang serius, dan jika itu semakin memperburuk hubungannya dengan Cina, Inggris pasti akan lebih menderita.
Wang Yiwei, Direktur Institute of International Affairs di Renmin University of China, mengatakan kepada Global Times pernyataan yang dibuat selama pemilihan di negara-negara barat tidak begitu penting.
Kunci untuk mengamati masa depan hubungan Cina-Inggris terletak pada apakah ada dampak nyata pada proyek-proyek signifikan yang ada seperti pembangkit listrik tenaga nuklir Hinkley Point C.
Kekacauan Internal Inggris
Inggris sekarang menghadapi masalah ekonomi yang serius. Menurut Guardian tingkat inflasi Inggris mencapai tertinggi baru 40 tahun sebesar 9,4 persen dan bisa mencapai 12 persen pada Oktober.
Pemogokan yang direncanakan oleh lebih dari 40.000 pekerja di Network Rail dan lebih dari selusin perusahaan kereta api akan berlangsung minggu depan, dan akan menjadi pemogokan nasional pertama dari jenisnya sejak 1995.
Para pemimpin serikat pekerja yang marah pada 19 Juli juga mengisyaratkan gelombang pemogokan dalam beberapa bulan mendatang setelah pemerintah mengumumkan kenaikan gaji di bawah inflasi untuk jutaan pekerja sektor public.
Menghadapi kesengsaraan seperti itu, pemimpin baru Inggris seharusnya tidak membuat langkah yang tidak bijaksana untuk merusak hubungan Cina-Inggris.
Menurut outlet media Eropa Euronews pada tahun 2021, Cina mengambil alih Jerman sebagai pasar impor terbesar Inggris.
Menurut Kantor Statistik Nasional Inggris, total perdagangan barang dengan negara-negara Uni Eropa menurun lebih dari 23 persen antara tiga bulan pertama tahun 2018.
Namun, karena atmosfer politik yang beracun, politisi Inggris lebih memilih untuk membuat keputusan yang tidak bijaksana dan mudah untuk merusak hubungan dengan Cina.
Yin Zhiguang, profesor di School of International Relations and Public Affairs di bawah Universitas Fudan, mengatakan kepada Global Times bersikap keras terhadap Cina adalah strategi bagi politisi AS dan Inggris untuk menutupi masalah sistemik lama mereka.
Strategi memperluas hegemoni ini tidak akan diubah oleh transisi kekuasaan di Partai Konservatif, dan tidak akan terguncang hanya karena tekanan ekonomi.
“Masalah ekonomi yang semakin serius, elite seperti Sunak dan Truss lebih tertarik menggunakan ‘ancaman eksternal’ untuk mengalihkan perhatian domestik dari ketidakmampuan dan kegagalan mereka,” kata Yin.