AS Pertimbangkan Rencana Evakuasi 50 Bom Nuklirnya dari Turki
WASHINGTON – Para pejabat Amerika Serikat (AS) telah melakukan pertemuan dalam beberapa hari terakhir untuk meninjau rencana guna mengevakuasi sekitar 50 bom nuklir yang ditempatkan di bawah kendali Amerika di Pangkalan Udara Incirlik, Turki. Tinjuan rencana ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan Ankara.
Pertemuan para pejabat Departemen Energi dan Departemen Luar Negeri Amerika itu diungkap dalam laporan New York Times pada hari Senin.
Presiden AS Donald Trump mengatakan pada hari Senin bahwa ia akan mengeluarkan sanksi baru terhadap Turki, menghentikan negosiasi perdagangan dan menaikkan tarif baja. Langkah itu merupakan upaya Washington untuk menekan Ankara agar menghentikan serangan ofensif yang sedang berlangsung terhadap pasukan Kurdi di Suriah.
Pentagon sendiri belum membahas di mana lokasi persis mereka menyimpan aset senjata nuklir—bom gravitasi B61—di Incirlik sebagai tindakan pencegah terhadap Rusia dan untuk menunjukkan komitmen Amerika terhadap NATO, aliansi militer yang beranggotakan 28 negara termasuk Turki.
Dua pejabat AS mengatakan kepada New York Times bahwa pejabat Departemen Luar Negeri dan Energi diam-diam memeriksa cara untuk mengevakuasi senjata nuklir taktis, di mana satu pejabat mengatakan bahwa senjata-senjata itu secara efektif menjadi sandera bagi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
“Untuk menerbangkan mereka dari Incirlik berarti menandai akhir dari aliansi Turki-Amerika. Untuk menjaga mereka di sana, bagaimanapun, adalah untuk melanggengkan kerentanan nuklir yang seharusnya dihilangkan bertahun-tahun yang lalu,” tulis surat kabar yang berbasis di Amerika tersebut dalam laporannya, yang dikutip Selasa (15/10/2019).
Angkatan Udara AS menolak untuk menjawab pertanyaan tentang kemungkinan senjata nuklir di Pangkalan Incirlik dipindahkan atau tidak.
Dalam email-nya kepada Air Force Times, juru bicara Angkatan Udara AS Ann Stefanek mengatakan tidak ada perubahan dalam operasi harian di pangkalan tersebut.
Ini bukan pertama kalinya keamanan senjata nuklir AS yang ditempatkan di Pangkalan Incirlik, Turki selatan—hanya 110 kilometer (70 mil) dari perbatasan dengan Suriah yang dilanda perang— telah ditingkatkan.
Setelah percobaan kudeta tahun 2016 di Suriah, sebuah kelompok think tank terkemuka memperingatkan bahwa senjata-senjata itu bisa jatuh ke tangan teroris atau pasukan musuh lainnya.
Sejak 2014, pasukan Kurdi berperang bersama pasukan Amerika dalam mengalahkan kelompok Islamic State (ISIS) di Suriah. Namun, Trump memerintahkan pasukan Amerika Serikat di Suriah utara untuk menyingkir pada pekan lalu, sebuah langkah yang menuai kecaman di dalam dan luar negeri karena dianggap sebagai pengkhianatan terhadap pasukan Kurdi.
Dlam sebuah surat kepada PBB, Turki memberikan alasan pembenaran untuk invasi berkelanjutannya ke Suriah timur laut. Ankara, dalam surat itu, mengatakan bahwa pihaknya menggunakan hak untuk membela diri di bawah Piagam PBB.
Ankara mengatakan serangan ofensif dilakukan untuk melawan ancaman teroris yang akan segera terjadi dan untuk memastikan keamanan perbatasannya dari milisi Kurdi Suriah yang disebutnya sebagai teroris, serta dari kelompok ISIS.
Ambisi Nuklir
Erdogan baru-baru ini menyatakan kekesalannya karena Turki tidak memiliki senjata nuklir. Menurutnya, Turki harus diizinkan memiliki nuklir jika Israel memilikinya.
“Beberapa negara memiliki rudal dengan hulu ledak nuklir, bukan satu atau dua. Tapi (mereka memberi tahu kami), kami tidak bisa memilikinya. Ini, saya tidak bisa terima,” kata Erdogan kepada anggota Partai AK pada bulan lalu seperti dikutip Reuters.
“Tidak ada negara maju di dunia yang tidak memilikinya,” kata Erdogan, meskipun faktanya sebagian besar negara maju tidak memiliki senjata nuklir.
Di bawah perjanjian internasional hanya AS, Rusia, Inggris, Prancis, dan China yang dapat memiliki senjata nuklir. India, Pakistan, dan Korea Utara kemudian mengembangkannya juga. Afrika Selatan memiliki beberapa bom atom, tetapi membongkarnya ketika menjadi negara demokrasi.
Israel juga diyakini memiliki senjata nuklir, sebagaimana yang disinggung langsung oleh Erdogan.
“Kami memiliki Israel di dekatnya, seperti hampir tetangga. Mereka menakut-nakuti (bangsa lain) dengan memiliki ini (senjata nuklir). Tidak ada yang bisa menyentuh mereka,” ujarnya.
Kendati demikian, Erdogan berhenti mengatakan bahwa Turki akan mulai mengembangkan senjata nuklir karena negara itu terikat Perjanjian Nonproliferasi Nuklir yang ditandatanganinya pada tahun 1980. Turki juga telah menandatangani Traktat Larangan Uji Nuklir Komprehensif 1996, sebuah perjanjian yang melarang semua peledakan senjata nuklir untuk tujuan apa pun.