Angka Kematian Akibat Wabah Corona di Spanyol Tertinggi
MADRID – Angka kematian akibat virus corona (Covid-19) di Spanyol terus meningkat. Hampir 1.000 orang telah meninggal dunia di Spanyol dari total 1.500 orang yang meninggal dunia di seluruh dunia dalam 24 jam terakhir.
Angka kematian tertinggi terjadi di Spanyol. Sekitar 950 pasien Covid-19 telah tutup usia kemarin. Disusul Belgia (183 pasien), Iran (124), Swiss (17), Kanada (15), Indonesia (13), Austria (12), Filipina (11), Amerika Serikat (10), dan negara lainnya 76 orang. Saat ini, jumlah kematian global mencapai 48.276 orang.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Spanyol mengaku prihatin dengan kondisi ini. Ketika total korban tewas melampaui 10.000 atau naik sekitar 10%, jumlah pasien Covid-19 juga terus melonjak di berbagai wilayah di Spanyol. Saat ini, jumlah pasien mencapai 110.238 orang, naik sekitar 8% dibanding sehari lalu.
Meski diserang virus yang sama, angka kematian di setiap negara beragam mengingat pendekatan dan pendataannya juga berbeda. Angka kematian juga sewaktu-waktu dapat berubah. Sampai akhir Maret angka kematian di Italia mencapai 11%, sedangkan di China 4%, di Jerman 1%, dan di Israel 0,35%.
Carl Heneghan, ahli epidemiologi yang juga Direktur Centre for Evidence-Based Medicine di University of Oxford, mengatakan, ada dua jenis angka kematian yang digunakan. Pertama, proporsi kematian per jumlah pasien positif yang masih dirawat dan proporsi kematian per jumlah pasien yang dinyatakan sembuh.
“Katakanlah ada 100 orang suspect. Sebanyak 10 orang dalam kondisi kritis sehingga diprioritaskan dan setelah diperiksa positif Covid-19, sedangkan 90 lainnya tidak diperiksa,” papar Heneghan. “Satu pasien di RS meninggal, sedangkan 99 selamat. Angka kematiannya jadi ada dua: 1/10 atau 1% dan 1/100 atau 10%.”
Pendataan, kata Heneghan, merupakan faktor penting yang akan menentukan hasil akhir. Kekeliruan data dapat menyebabkan kekeliruan analisis dan pengambilan kebijakan. Saat ini beberapa negara di dunia seperti Inggris hanya memeriksa dan merawat pasien kritis sehingga angka kematiannya sangat tinggi.
Berkebalikan dengan Inggris, angka kematian akibat Covid-19 di Jerman dan Korea Selatan (Korsel) relatif rendah karena pemerintah lokal menggalakkan pemeriksaan di setiap daerah. AS, yang mengumumkan 215.344 warganya positif terinfeksi Covid-19, tertinggi di dunia, juga memiliki angka kematian rendah.
“Kurangnya pemeriksaan yang sistematis di sebagian negara menjadi faktor utama adanya perbedaan angka kematian,” kata Dietrich Rothenbacher, Direktur Institute of Epidemiology and Medical Biometry di University of Ulm, Jerman, dikutip BBC. “Karena itu, data Covid-19 tidak dapat dibandingkan satu sama lain.”
Kawasan Vo di Italia merupakan kawasan yang melakukan pemeriksaan secara merata. Seluruh warga Vo yang berjumlah 3.300 orang telah diperiksa setelah seseorang didiagnosa positif Covid-19. Hal itu tidak hanya memberikan data yang utuh dan akurat, tapi juga berguna untuk menangani wabah Covid-19.
Berdasarkan pemeriksaan, sekitar 3% warga Vo terinfeksi Covid-19, terlepas menunjukkan gejala ataupun tidak. Pemeriksaan terhadap setiap suspect Covid-19 juga dilakukan di Islandia. Lebih dari 3% dari total 365.000 penduduk Islandia telah diperiksa, baik mereka yang menunjukkan gejala ataupun tidak. “Tantangan lainnya ialah data ini bukan berdasarkan hasil penelitian, tapi data klinis real-time yang acak-acakan,” kata Heneghan.
Senada dengan Heneghan, Sheila Bird dari MRC Biostatistic Unit University of Cambridge, mengatakan bahwa pemeriksaan sedini mungkin sangat penting untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Selain itu, penentuan angka kematian dinilai kurang jelas karena adanya faktor lain yang memengaruhi. Salah satunya penyakit bawaan. Bagaimana jika pasien Covid-19 mengidap asma, penyakit jantung, atau aneurysm saat meninggal? Selama positif Covid-19, sebagian negara mendata mereka tewas akibat Covid-19