Anak Muda Thailand Tuntut Reformasi Kerajaan
BANGKOK – Geliat antimonarki di kalangan anak muda Thailand mulai merebak. Bahkan mereka mulai berani menentangnya dengan turun ke jalan raya pada beberapa hari terakhir untuk mempersoalkan kekuasaan absolut Raja Maha Vajiralonkorn.
Ini merupakan kali pertama kali kalangan muda secara terbuka menuntut reformasi Kerajaan Thailand. Selama ini perlawanan terhadap kerajaan dianggap sebagai tindakan tercela. Bahkan, di bawah peraturan Kerajaan Thailand, siapa pun yang mencoreng nama baik raja akan divonis penjara maksimal 15 tahun.
Namun, sampai kemarin polisi tidak menghentikan aksi unjuk rasa yang dilakukan ratusan orang berpakaian penyihir tersebut. Mereka menyatakan siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum akan diselidiki dan ditangkap.
Seorang pengacara, Anon Nampa (34) menilai kekuasaan raja Thailand kian menguat setelah naiknya Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpin junta militer. Namun, pada saat bersamaan, Thailand terancam semakin jauh dari nilai-nilai demokrasi.
Setelah Raja Vajiralongkorn naik takhta pada 2016, Kerajaan Thailand merevisi konstitusi yang memperkuat kewenangan raja. Sejak saat itu Raja Vajiralongkorn memiliki kekuasaan mengendalikan sejumlah unit militer dan mengambil aset kerajaan bernilai puluhan miliar dolar AS.
Para aktivis mengeluhkan kesewenang-wenangan kerajaan. Sedikitnya sembilan tokoh oposisi yang tinggal di luar negeri hilang sejak 2016, dua di antaranya ditemukan sudah tidak bernyawa.
“Kami tak menentang raja dan tak berniat menggulingkan raja. Sebaliknya, kami menginginkan agar kerajaan tetap ada di tengah masyarakat Thailand, tapi di jalan yang lurus dan disahkan konstitusi yang demokratis,” kata Anon kepada khalayak umum di Bangkok Democracy Monument.
Dua ketua kelompok aktivis lalu maju dan membacakan tuntutan. Mereka berharap reformasi aturan konstitusi yang akan memperkuat kekuasaan raja agar dibatalkan karena akan mengancam demokrasi.Wakil juru bicara pemerintah Thailand, Ratchada Thanadirek, mengatakan bahwa situasi itu diserahkan sepenuhnya kepada polisi. “Kami hanya ingin menyampaikan agar generasi muda Thailand memahami aturan konstitusi dengan baik,” serunya.
Mahasiswa dari Mahanakorn dan Kaset University mendesak pemerintah Thailand agar mendengarkan suara pengunjuk rasa. Mereka juga menuntut agar aturan kerajaan direformasi sehingga larangan mengkritik kerajaan dapat dihapus.
Selain itu, mereka menuntut agar pemerintahan Perdana Menteri Prayuth dibubarkan. Sebab, Prayuth dinilai terlalu banyak mengobrak-abrik Konstitusi. Di Thailand, kritik terhadap pemerintah dan kerajaan sering terjadi, tapi baru kali ini disampaikan secara terbuka.
Petugas polisi Thailand, Surapong Thammapitak, mengatakan, sejauh ini tidak memiliki dasar hukum untuk menangkap para pengunjuk rasa. “Kami tak melihat adanya pelanggaran yang dilakukan pengunjuk rasa. Setiap pelanggaran akan diproses hukum,” katanya.
Prayuth mengatakan, sesuai permintaan raja, persekusi di bawah aturan kerajaan tidak pernah dicantumkan. Meski demikian, dia mengimbau agar masyarakat menghormati raja dan tidak pernah menjelek-jelekkan raja.
Aksi kritik ini juga lebih banyak terjadi selama kekuasaan Raja Vajiralongkorn. Semasa kekuasaan Raja Bhumibol Adulyadej, sebagian besar masyarakat Thailand tunduk dan setia. Tapi, perdamaian itu berakhir setelah Raja Bhumibol meninggal dunia pada 2016.
“Aksi kritik terbuka terhadap Kerajaan Thailand oleh tokoh non-elite di tempat umum tanpa adanya respons dari polisi merupakan fenomena baru di sejarah Thailand,” ujar Paul Chambers, tenaga pendidik hubungan internasional di Thailand Naresuan University.