Abaikan Trump, Rusia Tetap Dukung Suriah dalam Perang Idlib
MOSKOW – Rusia menjanjikan dukungan kepada pasukan rezim Suriah dalam perang di Idlib yang oleh mereka dinyatakan sebagai perang melawan teroris. Moskow mengabaikan desakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump agar berhenti mendukung rezim yang dipimpin Presiden Bashar al-Assad tersebut.
Rezim Assad menegaskan perangnya di Idlib untuk memberangus teroris dan merebut kembali wilayahnya tersebut. Namun, Turki yang mendukung kelompok oposisi menentang operasi militer rezim Damaskus, termasuk dengan mengerahkan pasukan ke wilayah tersebut. Tentara Suriah dan Turki pernah bentrok dan masing-masing jatuh korban jiwa.
“Baik Angkatan Bersenjata Rusia dan para penasihat negara ini akan mendukung Angkatan Bersenjata Republik Arab Suriah dalam perang mereka melawan terorisme,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dalam sebuah briefing pada 17 Februari 2020.
Juru bicara Presiden Vladimir Putin itu mencatat peningkatan skala serangan teroris di provinsi Idlib, Suriah barat laut.”Pemerintah Rusia masih menyesalkan bahwa para teroris ini telah melakukan revitalisasi di Idlib,” ujarnya, seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (18/2/2020).
Sebelumnya, Presiden Donald Trump yang baru-baru ini bertemu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendesak Rusia menghentikan dukungan militernya terhadap rezim Assad atas apa yang terjadi di Idlib. “Trump menyatakan keprihatinannya atas kekerasan di Idlib,” kata wakil juru bicara Gedung Putih Judd Deere.
“Dia juga memuji upaya Turki untuk mencegah krisis kemanusiaan di provinsi itu, dan berharap Rusia akan berhenti mendukung pemerintah Assad,” ujar Deere.
Idlib sejatinya merupakan wilayah deeskalasi atau zona gencatan senjata yang dirancang oleh Rusia, Turki dan Iran. Namun, pasukan rezim Suriah melakukan operasi militer di wilayah itu dengan alasan para kelompok teroris meningkatkan serangan terhadap pasukan Damaskus dan Moskow.
Ketegangan di Idlib terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Pada 3 Februari, konvoi bersenjata Turki diserang tembakan artileri yang mengakibatkan lima tentara tewas. Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, tragedi itu terjadi ketika tentara Suriah melakukan operasi melawan teroris di daerah itu, dan tidak diberitahu tentang gerakan konvoi.
Ankara membalas dengan menembaki posisi tentara Suriah dan mengirim pasukan tambahan ke zona deeskalasi 10 hari kemudian. Menanggapi lonjakan pasukan Turki, Damaskus secara resmi mengakui genosida Armenia oleh Kekaisaran Ottoman.
Erdogan dan Putin sudah membahas situasi di Idlib melalui telepon minggu lalu. Kedua pemimpin sepakat bahwa perjanjian Sochi tentang zona deeskalasi Idlib harus sepenuhnya dilaksanakan.