Ini Penyebab Boyband asal Korsel Tenar di Amerika Serikat
NEW YORK – Michelle Quinde menjadi penggemar berat BTS. Ketika boyband asal Korea Selatan (Korsel) itu merilis album pada April lalu, dia bukan hanya membeli compact disk (CD) mereka. Quinde bahkan menghadiri enam konser BTS di Amerika Serikat sebulan setelah album diluncurkan. Ketika single BTS berjudul A Brand New Day muncul, dia tak luput mendengarkan lagu tersebut secara streaming seharian penuh.
Quinde yang merupakan mahasiswi jurusan desain grafis di New York City ini adalah salah satu anggota legiun penggemar BTS. Dia rela menghabiskan waktu dan uang untuk mendukung idolanya. Quinde tercatat menjadi anggota BTS Army, perkumpulan penggemar BTS yang beranggotakan jutaan pengikut loyal di jagat ini. Mereka pun menjadi gelombang besar dalam industri musik Korsel.
Sebagai anggota Army, keseharian Quinde pun diisi mendengarkan lagu BTS dan meningkatkan statistik boyband tersebut di YouTube maupun situs musik streaming. Tak hanya itu, mereka juga membantu BTS memecahkan rekor di Twitter. Namun Army ternyata memiliki banyak kegiatan positif lain.
Mereka saling mendukung bagi BTS seperti menggalang donasi dan penanaman pohon. Bahkan Army mampu menyewa papan iklan di Times Square, New York. Geliat Army inilah yang menjadikan BTS sebagai boyband paling besar di dunia. Siapa sebenarnya Army? Sejak awal pembentukan BTS, penggemar boyband ini menciptakan Army secara online.
Lantaran tanpa koneksi dan hubungan dengan label besar, agensi BTS, Big Hit Entertainment, hanya bergantung pada pemanfaatan media sosial. Keintiman hubungan dengan penggemar membuat popularitas BTS bertambah cepat. Di Twitter, BTS kini memiliki penggemar paling banyak bila dibandingkan dengan grup K-Pop lainnya, yaitu mencapai 22,1 juta follower.
Bahkan para fans berat mau membayar USD30 untuk bisa menjadi anggota resmi Army, termasuk tiket konser dan mendapat ucapan selamat ulang tahun dari BTS. Jika ada anggota Army yang melanggar aturan, seperti menjadi penumpang pesawat yang sama dengan anggota BTS, keanggotaan mereka bisa dicabut.
Jelas, fandom bukan sekadar permainan dan hal menyenangkan. Menjadi anggota BTS Army yang penuh dedikasi baik resmi atau tidak resmi membutuhkan kerja keras. Banyak anggota Army juga mengelola situs internet seperti yang dilakukan Quinde. Dia menghabiskan waktu selama berjam-jam untuk mengurus situs internet tersebut.
Dia juga menghabiskan waktu bercakap-cakap melalui aplikasi Slack dengan sesama penggemar BTS membicarakan tentang tagar ulang tahun Jin, salah satu anggota BTS. “Mengelola fanbase (Army) itu sangat menakjubkan, tapi itu pekerjaan yang melelahkan,” kata Quinde seperti dilansir CNN.
Perjuangan anggota Army memang membutuhkan totalitas. Salah satunya mereka mendengarkan lagu BTS melalui streaming agar idola mereka bisa bertahan di tangga lagu internasional. Hal itu juga dilakukan Lee Siwon, 22. “Saya merasa saya dan BTS tidak terpisahkan. Itulah yang membuat saya bekerja keras untuk kesuksesan mereka,” kata penggemar BTS lainnya.
Hal sama juga dilakukan Park Semi yang menjadi Army sejak 2016. Dia selalu melihat video berjudul Boy with Luv setiap hari selama lima bulan. “Saya pikir semua orang yang menjadi anggota reguler Army melakukan hal yang sama,” katanya. Untuk menunjukkan diri sebagai penggemar berat, mereka kerap memperlihatkan jumlah streaming yang telah dilakukan sebagai bukti kehormatan.
Park sendiri telah melakukan streaming lagu-lagu BTS sebanyak 20.000 kali. Apa yang dilakukan anggota Army seperti Park dan Lee terbayarkan. BTS meraih penghargaan Billboard Music Award for Top Social Artist selama tiga tahun berturut-turut. Map of the Soul: Persona baru-baru ini menjadi album mereka dengan penjualan terlaris di Korsel sepanjang waktu dengan 3,3 juta kopi.
Salah satu lagu pada album tersebut berjudul Boy with Luv mencatatkan rekor tayangan di YouTube dalam 24 jam sebanyak 74,6 juta tayangan. Yang menarik, Army bukan bagian dari manajemen BTS, Big Hit Entertainment. Big Hit hanya mengetahui strategi media sosial Army dan proses menjadi Army secara resmi, tetapi mereka tidak bisa mengatur secara resmi.
Namun Big Hit boleh mengajukan usulan. Misalnya mereka mengizinkan pesan dari penggemar ditulis dalam spanduk selama konser. Aturan menarik lainnya, para penggemar juga tidak diizinkan menyanyi karena orang pergi ke konser ingin mendengarkan idola mereka menyanyi. Mereka diperbolehkan menyanyi ketika BTS memang mengizinkan menyanyi bersama selama konser untuk lagu tertentu.
Setelah banyak penggemar menyanyi pada konser BTS di Wembley, London, Army asal Korsel mengeluhkan hal tersebut bahwa BTS pilih kasih terhadap penggemar asing dengan mengizinkan mereka ikut menyanyi. “Para penggemar bangkit dari kursinya saat konser ketika BTS masih menyanyi. Mereka juga mengemil makanan ringan. Itu bukan perilaku penggemar BTS di Korsel,” kata Lee yang ikut hadir dalam konser di Wembley.
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa penggemar internasional BTS mulai ikut histeria Army. Salah satu penggemar BTS, Erica Overton, asal Brooklyn, New York, sangat terkagum-kagum dengan Army. Dia ingin menjadi penggemar BTS yang tidak hanya aktif di YouTube semata.
Pada Maret lalu, Overton pun mendirikan One, salah satu organisasi cabang dari Army yang fokus untuk mengumpulkan donasi dari penggemar BTS untuk melaksanakan proyek kemanusiaan. Anggota One itu berasal dari AS, Kanada, Swedia, Malaysia, dan China. “Bahkan ada anggota One dari Arab Saudi,” ujarnya.
Salah satu proyek terbarunya adalah pengumpulan uang untuk organisasi non-pemerintah Thirst Relief yang memberikan bantuan air bersih untuk keluarga di Tanzania. “Kita berhasil membeli 30 filter air bersih untuk menyediakan air bersih bagi 300 orang dalam 25 tahun mendatang,” kata Overton. Apa yang dilakukan penggemar BTS itu menjadi upaya membantu sesama manusia.
Sejak Army berdiri pada 2013, hubungan simbiosis antara BTS dan Army memang saling menguntungkan. Apalagi Big Hit bukan salah satu dari tiga besar label K-pop. Big Hit dianggap label rendahan dan bergantung pada media sosial. Ternyata itu justru menjadi kekuatan. Ditambah lagi lagu-lagu BTS juga kerap menyuarakan isu sosial.
“Banyak video BTS memberikan inspirasi bagi para penggemarnya untuk merenung dan berpikir,” kata Michelle Cho, profesor kajian Asia Timur di Universitas Toronto. Lagu kritik sosial BTS, menurut Cho, menjadikan para penggemarnya juga mampu berpikir berbeda dan menginterpretasikannya pada kerja sosial. “Kamu bukan penggemar biasa BTS. Kamu bisa menginisiasi suatu gerakan di dunia mereka,” imbuhnya.
Rosa Gusfa, salah satu fans BTS asal Jakarta mengaku ngefans banget boyband ini sejak 2018. Awalnya di membuat skripsi yang mengungkap fenomena orang sampai tergila-gila dengn band K-Pop. Tak dinyana, dari sini dia malah nyantol suka dengan BTS. “Karena mereka nggak sekadar punya tampang oke tapi dari sisi lagunya meaning dan anggotanya juga ngasih influence yang positif,” ungkap Rosa kepada KORAN SINDO.
Meski baru sekitar dua tahun jadi penggemar, Rosa sudah mengikuti konser BTS hingga ke beberapa negara seperti Singapura, Bangkok, Hong Kong, dan Seoul. Bahkan Rosa dan kakaknya sudah sempat membeli tiket konser BTS yang diselenggarakan di Arab Saudi, Jumat (11/10) malam. Sayang karena terkendala visa, nonton BTS di Kota Riyadh itu gagal terlaksana.
Aksi Park Jimin dan kawan-kawan ditonton lebih dari 30.000 orang di ibu kota Saudi ini. Bagi Rosa, BTS bukan sekadar menghipnosis karena lagu-lagunya. “Mereka berprestasi, buat lagu-lagu sendiri, cerita lagunya nggak cuma tentang cinta-cintaan dan mereka pernah berbicara di UN (PBB) untuk pidato kampanye tentang Love My Self,” terangnya.