PKS Minta Pemerintah Rumuskan Kelembagaan BRIN Secara Hati-hati
JAKARTA – Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) DPR RI Mulyanto meminta pemerintah segera merumuskan kelembagaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) secara hati-hati. Diketahui, Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) telah melantik Laksana Tri Handoko sebagai Kepala BRIN di Istana Negara, Rabu 28 April 2021.
Mulyanto meminta pemerintah tidak mempolitisasi lembaga ristek ini agar gairah para peneliti tidak menurun. Sehingga, iklim penelitian tetap kondusif. “BRIN adalah isu yang menjadi perhatian publik dan para peneliti ristek sejak setahun terakhir. Pasalnya Perpres lembaga ini sudah terlambat hampir 2 tahun,” kata Mulyanto, Sabtu (1/5/2021).
Mulyanto menambahkan, meskipun Presiden sudah menunjuk dan melantik Kepala BRIN tapi bukan berarti masalah kelembagaan riset ini sudah selesai teratasi. Sebab hingga saat ini bentuk kelembagaan BRIN masih belum jelas.
“Banyak hal yang masih tanda tanya terkait soal ini. Seperti misalnya bagaimana hubungan Kemendikbud-Ristek dengan BRIN, siapa mengoordinasi apa dan sebagainya,” kata Mulyanto.
Anggota Komisi VII DPR RI ini mengatakan, pemerintah memang mewacanakan BRIN sebagai lembaga otonom. Namun, kata dia, pemerintah belum menjelaskan kewenangan dan tanggung jawab BRIN itu seperti apa.
“Apakah BRIN akan menjalankan fungsi kebijakan, koordinasi sekaligus fungsi pelaksanaan ristek? Atau hanya sebagai lembaga pelaksana sebagai special agency seperti Lembaga Penelitian Non-Kementerian (LPNK) lainnya?” kata Mulyanto.
Dia melanjutkan, apakah BRIN sebagai lembaga integrator ristek seperti diamanahkan dalam UU Nomor 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek yang menegaskan bahwa BRIN adalah lembaga pelaksana yang mengintegrasikan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) dari invensi sampai inovasi.
“Status lembaga litbang LPNK dan Badan litbang Kementerian teknis, apakah seluruhnya baik kelembagaan, anggaran/program serta SDM dikonsentrasikan ke dalam BRIN atau BRIN hanya mengintegrasikan program/anggaran saja,” tanya Mulyanto.
Dirinya khawatir proses peleburan semua lembaga riset ke dalam BRIN akan melanggar UU. Sebab ada beberapa LPNK yang dibentuk secara khusus berdasar UU, seperti BATAN dan LAPAN.
“Belum lagi isu terkait politis tentang keberadaan dewan pengarah dan kaitannya dengan BPIP, yang tidak memiliki dasar hukum. Pemerintah harus segera memperjelas soal-soal ini,” tegasnya.
Menurut dia, peleburan kelembagaan bukan soal remeh-temeh. Terlebih peleburan lembaga penelitian. Karena, lembaga bukan sekadar benda mati.
Dia melanjutkan, di dalam lembaga ada ruh kelembagaan, visi yang melekat lama, jiwa korsa, budaya kerja, tokoh, simbol dan atmosfer kebersamaan yang tercipta dari proses waktu yang panjang. Hal tersebut, kata dia, berhubungan erat dengan semangat, kebanggan, etos kerja dan militansi lembaga.
“Misalnya penggabungan LIPI dan BPPT dengan tupoksi, sejarah, jiwa korsa dan budaya ristek yang berbeda bukanlah hal yang bisa sekali jadi dan dapat segera tune in dalam 2-3 tahun. Alih-alih meningkatkan kinerja kelembagaan riset, dikhawatirkan peleburan kelembagaan ini malah membuatnya ambruk. Karena itu perlu sikap kehati-hatian pemerintah,” pungkas Mulyanto.