Penentang Kudeta Myanmar Tolak Klaim Mendukung Junta
YANGON – Ratusan ribu orang berunjuk rasa di Myanmar pada Rabu (17/2), menolak pernyataan militer bahwa publik mendukung penggulingan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Para demonstran mengatakan mereka tidak akan takut mengakhiri pemerintahan militer.
“Demonstrasi sebagian besar berlangsung damai, tetapi pasukan keamanan melepaskan tembakan di kota Mandalay setelah gelap dalam konfrontasi dengan para pekerja kereta api yang mogok kerja,” ungkap warga setempat.
Penentang kudeta 1 Februari sangat skeptis terhadap jaminan junta bahwa akan ada pemilu yang adil dan militer akan menyerahkan kekuasaan.
Janji itu diungkapkan saat polisi mengajukan tuntutan tambahan terhadap Suu Kyi.
Maung mengatakan kepada puluhan ribu orang di Pagoda Sule, lokasi protes di kota utama Yangon.
“Kita harus menjadi generasi terakhir yang mengalami kudeta,” ujar dia.
Protes di kota-kota di penjuru Myanmar adalah yang terbesar sejak demonstrasi harian dimulai pada 6 Februari untuk mengecam kudeta yang menghentikan transisi menuju demokrasi.
Sebelum pemerintahan sipil yang dipimpin Suu Kyi, lebih dari setengah abad Myanmar dikendalikan oleh junta militer.
Juru bicara junta Brigadir Jenderal Zaw Min Tun mengatakan tentara tidak akan lama berkuasa dan 40 juta dari 53 juta penduduk Myanmar mendukung kudeta tersebut.
Sithu Maung mengolok-olok klaim itu dengan berkata, “Kami menunjukkan di sini bahwa kami tidak termasuk 40 juta itu.”
Selain demonstrasi di negara yang memiliki beragam etnis, gerakan pembangkangan sipil telah memicu mogok kerja yang melumpuhkan banyak fungsi pemerintahan.
Tentara mengumumkan pengaduan polisi telah diajukan terhadap enam selebriti lokal sesuai undang-undang anti-penghasutan karena mendorong pegawai negeri bergabung protes.
Tuduhan itu bisa membawa hukuman penjara dua tahun.