Kenal Sejak 30 Tahun Silam, Fahri Ungkap Sosok Syahganda dan Jumhur
JAKARTA – Politikus Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah mengaku telah mengenal sosok Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat sejak 30 tahun silam.
Dua deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI)yang ditangkap Mabes Polri pada Selasa 13 Oktober 2020 ini dinilai Fahri sebagai sosok yang idealis dan teman diskusi yang berkualitas.
Fahri juga menegaskan semestinya Syahganda dan Jumhur tidak ditangkap. “Kalau penguasa mau mendengar, Jumhur dan Syahganda jangan ditangkap. Mereka adalah alumni ITB yang idealis. Saya kenal keduanya sudah sejak 30 tahun lalu. Mereka adalah teman berdebat yang berkualitas. Mereka dulu korban rezim orba yang otoriter. Kok rezim ini juga mengorbankan mereka?” kata Fahri melalui akun Twitternya, @Fahrihamzah, Rabu 14 Oktober 2020.
Dalam cuitanya, Fahri menyinggung soal crime control yang dimaksudnya sebagai penegakan hukum yang mendorong “tujuan menghalalkan cara”. “Dulu saya menentang teori ‘crime control’ dalam pemberantasan korupsi yang dianut KPK sebab saya khawatir ini akan jadi mazhab penegakan hukum di negara kita. Saya bersyukur melihat KPK lembali ke jalan hukum tapi sedih dengan ideologi lama itu di prektekkan penegak hukum lain,” kata mantan politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
Menurut dia inti dari “crime control” adalah penegakan hukum yg mendorong “tujuan menghalalkan cara” atau “end justifies the means”. Penegak hukum menganggap menangkap orang tak bersalah agar tercipta suasana terkendali. Padahal kedamaian dan ketertiban adalah akibat dari keadilan.
“Kalau melihat abjad dari kriminalitasnya, yang harus ditangkap duluan ya orang-orang yang terekam CCTV itu sebagai perusuh. Bukan kritikus yang berjasa bagi demokrasi. Kalau kritik mereka dianggap memicu kerusuhan, kenapa tidak tangkap 575 anggota DPR yang bikin UU berbagai versi yang rusuh?” tandas mantan Wakil Ketua DPR ini.
Dia menilai kegaduhan publik memiliki dasar. Kerusuhan dan perusakan fasilitas publik adalah kejahatan. Menurut dia, kejahatan dan kritik tidak ada kaitan. Kriminalitas akarnya adalah niat jahat. Tapi kritik muncul sebagai respons atas tata kelola yang gagal.
Fahri juga berpendapat hukum tidak boleh menyasar para pengritik sementara perusuh dan vandalime belum diselesaikan.”Apalagi menuduh mantan presiden segala. Sungguh suatu tindakan yang sembrono dan tidak punya etika. Mau apa sih kita ini? Mau adu domba siapa lagi? Mau ngerusak bangsakah kita?” tutur Fahri.