Temuan ini disampaikan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Kusumastuti Lukito. Bahkan pemain obat ilegal ini kian berani karena mereka mengiklankan obatnya secara online. Selain obat-obatan berbahan kimia dan obat herbal, kosmetik, pangan, dan pangan olahan juga banyak yang ilegal.
Kalangan DPR seperti Wakil Ketua Komisi IX DPR Melkiades Laka Lena dan anggota Komisi IX DPR Anggia Ermarini memberi perhatian serius terhadap kian maraknya peredaran obat ilegal. Selain meminta adanya tindakan hukum yang tegas terhadap para pengedar, mereka mendorong BPOM untuk semakin giat membangun kesadaran masyarakat agar tidak menjadi korban obat ilegal.
”Produk-produk juga, obat yang sekarang digunakan sebagai obat uji untuk Covid-19 yang seharusnya merupakan obat keras tapi juga diedarkan melalui online,” ungkap Penny dalam konferensi pers secara virtual ”Penindakan Obat dan Makanan di Masa Pandemi Covid-19” kemarin.
Penny memaparkan, berdasarkan identifikasi yang dilakukan BPOM, ditemukan sekitar 50.000 tautan atau link yang mengedarkan iklan-iklan penjualan obat dan makanan ilegal. Bahkan di antara obat ilegal tersebut ada produk-produk yang dilarang, seperti hidroksiklorokuin, aktinomisin, dan dexamethasone. Dari jumlah tersebut, 48.000 tautan berisi iklan obat terutama yang dijadikan pengobatan Covid-19 seperti hidroksiklorokuin, aktinomisin, ataupun dexamethasone.
Selain itu, selama 2020 BPOM telah melakukan penindakan bersama aparat keamanan terkait di 13 kota di Tanah Air seperti Jakarta, Surabaya, Denpasar, dan Manado. Hasilnya ditemukan 1,6 butir obat ilegal senilai Rp4 miliar. ”Pandemi ini banyak dimanfaatkan oleh para penjahat yang memanfaatkan keberadaan kondisi krisis dengan memberikan iklan-iklan yang berlebihan, iklan-iklan yang tidak sepatutnya sesuai dengan pembuktiannya yang ada. Itu tentu akan sangat berbahaya kalau dikonsumsi oleh masyarakat,” katanya.
Menurut Penny, temuan ini merupakan hasil patroli siber dari Maret sampai September. Untuk itu, BPOM juga bekerja sama dengan aparat keamanan terkait, termasuk dengan Indonesian E-Commerce Association (IDEA) yang menindaklanjuti dengan tidak lagi menghidupkan (take down) tautan dimaksud. Sejauh ini 50.000 tautan yang sudah kena take-down.
Sementara itu Melkiades Laka Lena menyesalkan bahwa masih ada pihak yang memanfaatkan situasi pandemi untuk menjual obat Covid-19 ilegal. Untuk itu, dia meminta BPOM segera memberikan laporan ini kepada aparat penegak hukum agar bisa segera ditindaklanjuti dan diproses hukum.
“Aparat hukum melalui institusi yang memang memiliki kemampuan untuk melacak keberadaan dari semua situs penjual obat palsu ini, untuk menindak tegas dengan menangkap orang-orang yang misalnya memberikan iklan obat yang palsu ini. Jadi, lapor ke aparat hukum agar aparat hukum bergerak,” kata Melki kemarin.
Melki juga meminta kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan juga BPOM untuk secara rutin memberikan penjelasan terkait pengobatan Covid-19, progres temuan obat yang legal serta klarifikasi terkait isu-isu kontroversial seputar obat Covid-19. Dia menilai di tengah situasi pandemi ini banyak masyarakat yang takut dan panik.
“Orang kan lagi takut (tertular) Covid-19, banyak obat Covid-19 yang berkembang di masyarakat. Mungkin pemerintah, Kemenkes, BPOM memberikan semacam panduan atau keterangan kepada masyarakat supaya masyarakat juga paham,” pintanya.
Selain itu, politikus Partai Golkar ini juga meminta kepada masyarakat untuk lebih waspada, cerdas, dan rasional dalam membeli obat-obatan. Khususnya, obat yang ditengarai sebagai obat Covid-19. Masyarakat harus lebih memperbarui informasi mengenai obat Covid-19 legal sebagaimana yang dijelaskan lembaga pemerintah yang berwenang melakukan itu.
Berikutnya Anggia Ermarini juga mengapresiasi temuan tersebut sebagai upaya BPOM dalam memproteksi kesehatan masyarakat. Namun, pihaknya juga meminta BPOM lebih aktif lagi melakukan pengawasan sehingga ke depan tidak ada lagi iklan-iklan obat-obatan berbahaya yang diedarkan kepada masyarakat.
Politikus PKB ini mengungkapkan, karena tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat Indonesia umumnya masih rendah, begitu pula tingkat kedisiplinannya maka negara harus hadir untuk memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat secara lebih luas lagi.
“BPOM pasti tidak bisa bekerja sendiri untuk memberikan informasi itu secara lebih luas, lalu bisa langsung diterima oleh masyarakat paling bawah, maka perlu ada strategi yang lebih jitu lagi bagi BPOM selain pengawasan langsung, monitoring. Dari temuan-temuan itu perlu juga ada edukasi bagi masyarakat biar tidak gampang tergiur iklan,” katanya.
Penny kemudian menuturkan, penjualan ilegal ini juga tidak akan terjadi kalau tidak ada yang membeli. Karena itu, dia mengajak masyarakat tidak mencari dan tidak membeli produk-produk obat keras ini yang seharusnya memang didapatkan melalui resep dokter atau dari fasilitas pelayanan kesehatan. Apalagi yang terkait dengan pengobatan Covid-19.