Sat. Nov 16th, 2024

Berita olahraga dan game online Trans7sport

Link altenatif Nagaliga : nagasuara.com ,trans7sport.com , Prediksinagaliga.com , nagaliga.xyz , nagaliga.me , nagaliga.info , nagaligasbo.com , nagaliga.best , nagaliga.club , nagaliga9.com , nagaligaqq.com , togelnagaliga.com

China Tolak Gugatan Hukum Kerabat Korban Covid-19 di Wuhan

WUHAN – Seorang pensiunan di Wuhan, China, Zhong Hanneng, merasakan apa yang dianggap mimpi buruk dari yang terburuk yang dirasakan setiap orang tua ketika virus corona baru (Covid-19) merenggut putranya pada Februari lalu. Dia menggugat pun pemerintah setempat yang dia disalahkan atas kematian putranya.

Zhong tidak sendirian, tapi ada beberapa warga Wuhan lainnya yang mengajukan gugatan serupa. Namun, gugatan hukum mereka tiba-tiba ditolak. Menurut orang-orang yang terlibat dalam pengajuan gugatan, puluhan orang lainnya menghadapi tekanan dari pihak berwenang agar tidak mengajukan gugatan ke pemerintah. Para pengacara juga diperingatkan agar tidak membantu mereka.

Keluarga Zhong menuduh pemerintah kota Wuhan dan provinsi Hubei menyembunyikan wabah ketika pertama kali muncul di sana akhir tahun lalu, gagal memberi tahu publik, dan mengacaukan respons, yang memungkinkan Covid-19 mewabah di luar kendali.

Wabah ini telah menewaskan hampir 3.900 di Wuhan dan sekitarnya, serta lebih dari 900.000 secara global sejauh ini.

“Mereka mengatakan epidemi adalah bencana alam. Tapi akibat serius ini adalah ulah manusia, dan Anda perlu menemukan siapa yang harus disalahkan,” kata Zhong, 67.

“Keluarga kami hancur. Saya tidak akan pernah bisa bahagia lagi,” katanya lagi, seperti dikutip AFP, Jumat (18/9/2020).

Setidaknya lima tuntutan hukum telah diajukan ke Pengadilan Menengah Wuhan. Hal itu disampaikan Zhang Hai, yang ayahnya yang sudah lanjut usia meninggal karena virus corona baru dan telah muncul sebagai advokat vokal serta menjadi juru bicara keluarga korban Covid-19.

Penggugat masing-masing meminta ganti rugi sekitar dua juta yuan (USD295.000) dan permintaan maaf publik.

Namun, menurut aktivis kawakan China yang sekarang berada di AS; Yang Zhanqing, pengadilan telah menolak gugatan atas dasar prosedural yang tidak ditentukan.

Yang, yang mengoordinasikan dua lusin pengacara di China yang diam-diam menasihati keluarga korban Covid-19, mengatakan penolakan gugatan tersebut datang melalui panggilan telepon singkat—bukan melalui penjelasan tertulis resmi, seperti yang diwajibkan secara hukum—yang tampaknya untuk menghindari jejak kertas.

Staf di pengadilan Wuhan menolak permintaan komentar yang diajukan AFP.

Virus itu muncul di Wuhan Desember 2019, tetapi otoritas kota pada awalnya berlarut-larut untuk mengonfirmasi, dan menekan para dokter yang membocorkan rahasia untuk tetap diam.

Partai Komunis China terus meremehkan tanggung jawab, bahkan mempertanyakan apakah patogen itu berasal dari China, sambil mengumandangkan keberhasilannya di kemudian hari dalam menekan infeksi dalam negeri.

Partai ini mengadakan upacara akbar di Beijing minggu lalu, di mana Presiden Xi Jinping menyatakan bahwa negara telah lulus “ujian luar biasa dan bersejarah” melalui tanggapan yang cepat dan transparan.

Tapi Zhong menceritakan kisah yang berbeda. Pada akhir Januari, penularan menyebar dengan cepat di Wuhan, tetapi para pejabat masih belum mengeluarkan peringatan di seluruh kota.

Dengan semakin dekatnya festival Tahun Baru Imlek, Zhong dan putranya Peng Yi—seorang guru sekolah dasar berusia 39 tahun—dengan senang hati berbelanja di toko-toko yang penuh sesak. Jutaan orang lainnya meninggalkan Wuhan untuk liburan, membawa infeksi global.

“Kami tidak tahu bus-bus itu penuh dengan virus…Jadi kami keluar setiap hari. Kami bahkan tidak tahu tentang masker,” kata Zhong kepada AFP.

Pada 24 Januari, ketika Wuhan akhirnya mulai terkunci, dia dan Peng jatuh sakit. Dia segera pulih, tetapi putranya memburuk.Ketakutan mencengkeram rumah tangga mereka, termasuk suami Zhong, istri Peng, dan putrinya yang berusia tujuh tahun.

Selama dua minggu yang menyakitkan berikutnya, mereka menghabiskan waktu berjam-jam di rumah sakit yang kewalahan memohon agar dia dirawat, tetapi tanpa hasil positif—dan dengan peralatan pengujian yang langka—dia berulang kali ditolak.

Peng akhirnya dirawat di rumah sakit 6 Februari. Keluarganya tidak pernah melihatnya hidup lagi. Dia meninggal dengan alat bantu pernapasan dua minggu kemudian.

“Dia pasti sangat ketakutan, sangat tidak bahagia, tanpa keluarga di sekitar. Saya tidak bisa membayangkan betapa sedihnya dia,” kata Zhong, berulang kali menangis.

“Apa dia memanggil ‘Ibu’? ‘Ayah’? Saya tidak tahu.”

Zhang Hai yakin ayahnya terinfeksi di rumah sakit Wuhan selama perawatan untuk penyakit yang tidak terkait.

Dia mengatakan pihak berwenang melancarkan kampanye untuk mendiskreditkan dirinya, menangguhkan akun media sosialnya dan menyebarkan disinformasi bahwa upaya hukum adalah penipuan.

Warga yang lain, kata Zhang, juga telah melaporkan adanya intimidasi resmi, dan grup obrolan keluarga terdekat telah disusupi oleh polisi. Zhang menyalahkan pemerintah kota Wuhan.

“Mereka tahu jika saya berhasil mengajukan kasus, banyak keluarga lain yang akan menggugat juga,” katanya.

Pemerintah Wuhan tidak menanggapi permintaan komentar yang diajukan AFP.

Zhang mengatakan lusinan kerabat yang berduka telah berkumpul dalam grup obrolan, tetapi sebagian besar takut mengambil tindakan.

Dengan penolakan gugatan awalnya di Wuhan, Zhang mengajukan gugatan baru-baru ini ke pengadilan tingkat provinsi yang lebih tinggi. Zhong, pensiunan tua, merencanakan hal yang sama.

Yang, aktivis yang berbasis di AS, percaya “sangat mungkin” pemerintah akan diam-diam memenuhi tuntutan beberapa keluarga pada akhirnya, meskipun permintaan maaf publik tidak terbayangkan akan dilakukan.

Hingga saat itu, Zhang berniat untuk mengajukan banding ke pengadilan tertinggi China di Beijing, terlepas dari risiko pribadinya. “Ayah saya adalah motivasi saya,” katanya.

Leave a Reply

Categories

Social menu is not set. You need to create menu and assign it to Social Menu on Menu Settings.