Perempuan Cantik Iran Dihukum Cambuk, AS Merasa Terganggu
WASHINGTON – Pemerintah Amerika Serikat (AS) merasa terganggu oleh hukuman cambuk Iran terhadap seorang perempuan muda karena demo memprotes penembakan pesawat penumpang Ukraina.
Sikap Washington ini disampaikan juru bicara Departemen Luar Negeri AS Morgan Ortagus kepada Al Arabiya English.
Perempuan berparasa cantik, Mary Mohammadi, 21, dihukum 10 kali cambukan dan tiga bulan penjara pada bulan April. Dia ditangkap saat demonstrasi memprotes Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran yang menembak jatuh pesawat Ukraine International Airlines dengan rudal pada Januari lalu.
“Kami terganggu dengan laporan tentang hukuman Mary Mohammadi karena memprotes penghancuran IRGC terhadap Ukraine International Airlines Flight 752,” kata Ortagus yang dilansir Jumat (17/7/2020).
“Rezim Iran terus melanggar hak asasi manusia rakyatnya sendiri, menargetkan aktivis politik dan masyarakat sipil,” ujar Ortagus.
Pada 12 Januari, Mary Mohammadi menghadiri pertemuan publik di Teheran untuk memprotes jatuhnya pesawat sipil Ukraina oleh rudal Iran. Tragedi ini menewaskan 176 orang yang ada di dalam pesawat.
“Tiba-tiba saya diserang dari belakang dan ditangkap setelah dipukuli dengan kejam,” kata Mary Mohammadi dalam sebuah wawancara dengan Al Arabiya English.
Perempuan ini kemudian didakwa dengan mengganggu ketertiban umum dengan berpartisipasi dalam demonstrasi ilegal.
Itu bukan pertama kalinya Mary Mohammadi ditahan oleh penegak hukum Iran. Pada 2019, dia yang kepanasan di bus umum di Teheran melepas jibabnya. Seorang penumpang lain memperhatikannya.
“Tiba-tiba, saya dihadapkan dengan seorang wanita yang berteriak pada saya untuk mengenakan jilbab saya kembali,” katanya, yang menambahkan bahwa dia mengabaikan seruan yang berulang kali dari wanita itu.
“Akhirnya dia menyerang saya dan membuat wajah saya berdarah, sampai-sampai darah saya ada di bawah kukunya,” katanya.
Ketika polisi terlibat, Mary Mohammadi ditahan selama beberapa jam dan dituduh sebagai tersangka penyerang.
“Wanita itu bertindak keras karena dia tahu rezim ada 100 persen di belakangnya,” katanya.
Sejak Revolusi Islam 1979 pecah di Iran, pemerintah telah mengamanatkan pengenaan penutup kepala di tempat-tempat umum bagi semua perempuan.
Universitas-universitas di Iran telah menolak untuk menerima Mary Mohammadi sebagai mahasiswi, sebuah penolakan yang katanya sebagian karena penangkapannya.
“Sejak kecil, memiliki pendidikan tinggi adalah salah satu impian terbesar saya, tetapi rezim Islam (Iran) secara resmi merampas hak ini,” katanya.
Sekarang Mary Mohammadi menyalurkan hasratnya untuk pendidikan dalam menyebarkan pengetahuan tentang hak asasi manusia di Iran.
“Di Iran, setiap detik dari siklus berita menghasilkan bentuk ketidakadilan yang baru,” katanya.
Mary Mohammadi mengatakan dia akan terus berbicara meski menghadapi hukuman cambuk dan hukuman penjara, yang ditangguhkan selama pandemi virus corona baru (Covid-19). “Saya mungkin masih harus menanggung hukuman mengingat kegiatan saya saat ini.”