Lindungi Korban Kekerasan Seksual, RUU PKS Harus Tetap Menjadi Prioritas
JAKARTA – Penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dari program legislasi nasional (prolegnas) menuai kritik. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menuntut RUU tersebut tetap menjadi prioritas untuk diselesaikan tahun ini.
Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan alasan DPR yang menyatakan pembahasan RUU PKS sulit tidak seharusnya menjadi penghalang. Hal tersebut seharusya menjadi cambuk bagi DPR dan pemerintah bahwa melindungi korban kekerasan seksual merupakan hal yang kompleks. “Maka negara harus hadir dalam perumusan kebijakan dan implementasi. DPR harus segera menjamin pembahasan RUU PKS tetap menjadi prioritas,” ujarnya dalam keterangan pers yang diterima SINDOnews, Kamis (2/6/2020).
RUU PKS sendiri sudah dibahas sejak 2016 dan baru tahun ini masuk prolegnas. Namun, tidak terdengar pembahasan apapun, tiba-tiba DPR menyatakan menunda. “DPR dan pemerintah perlu kembali mengetahui RUU PKS dihadirkan dengan semangat perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Mereka masih sulit memperoleh perlindungan dalam aspek penanganan kasus, layanan bantuan langsung korban, hingga pemulihan komprehensif,” tutur Erasmus.
Menurutnya, berbagai kasus kekerasan seksual banyak terjadi dan tidak ada intervensi yang berarti dari negara. Contohnya, kasus Baiq Nuril yang menjadi korban kekerasan seksual atasannya. Baiq seharusnya mendapatkan perlindungan untuk melaporkan kasusnya. Yang terjadi malah korban dibayangi kriminalisasi. “Korban-korban selain Baiq Nuril jelas akan takut untuk berjuang memperoleh keadilan jika dibayangi ketakutan akan dikriminalisasi, termasuk stigma aparat penegak hukum yang justru menyalahkan korban,” katanya.