Hendropriyono Tulis Buku Gaya Kepemimpinan dari Bung Karno Sampai Jokowi
JAKARTA – Usia tak menghalangi mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono untuk terus bergelut dalam pemikiran dan ide kebangsaan. Melalui, buku kecil semacam autobiografi dan catatan pribadi tentang pengetahuan dan pengalamannya selama ini, Hendropriyono menulis buku berjudul ‘SPY IS’ yakni Sebagian Pengalaman Yang Saya Ingat.
Hendropriyono menyatakan, sebagai subjek penulisan mereka adalah para Presiden atau Wakil Presiden dan beberapa orang tertentu, sejak negara kita merdeka sampai dengan hari ini, dalam usianya yang ke 75 tahun.
Menurut dia, sistematika penulisan terdiri atas 8 (delapan) bagian, yaitu bagian pertama sampai dengan ketujuh secara berturut-turut, ketika hidupnya berada di zaman proklamasi kemerdekaan sampai dengan hari saat buku ini diluncurkan. “Bagian Pertama dari buku ini berjudul Zaman Revolusi Fisik, karena Presiden RI pertama Bung Karno sampai akhir hayatnya menyatakan, bahwa revolusi kita belum selesai,” tutur Hendropriyono, Jumat (8/5/2020).
Bagian kedua, lanjut dia, berjudul Zaman Pembangunan Sektor Makro, karena pemikiran Presiden kedua Soeharto bertumpu pada pembangunan. Bagian ketiga berjudul Zaman Reformasi, karena Presiden ketiga BJ Habibie mereformasi negara ke arah liberalisme. Bagian Keempat adalah Zaman Penyatuan dan
Toleransi, karena Presiden keempat Gus Dur berusaha mengembangkan toleransi antar umat. “Bagian Kelima adalah Zaman Gotong-Royong Nasional, karena Presiden kelima Megawati Sukarnoputri bertumpu pada hakikat Pancasila,” papar dia.
Bagian keenam, kata Hendro sapaan akrabnya adalah Zaman Rekonsiliasi dan Zero Enemy, karena Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono, ingin meniadakan permusuhan. Bagian ketujuh adalah Zaman Pembangunan Sektor Riel, karena Presiden Jokowi terfokus kepada infrastruktur pembangunan. Bagian kedelapan adalah pelajaran yang dapat dipetik, karena merupakan kesimpulan yang bermanfa’at bagi dirinya.
“Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada mereka, penyebutan predikat atau kata ganti terhadap orang ketiga dalam tulisan ini adalah sesuai dengan yang biasa saya gunakan dalam
hubungan pribadi kami atau kebiasaan umum yang menyebutnya waktu itu,” ucap dia.
Misalnya, kata Hendro, predikat Bung untuk Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, sebutan mas Rudi untuk Presiden BJ Habibie, kata ganti diri lu dan gua dengan Gus Dur, Mbak Mega untuk Presiden Megawati, dan Bambang untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokowi untuk Presiden Joko Widodo.
Menurut dia, sesuai dengan judul buku ini, apa yang ditulisnya di sini hanya sebagian saja, dari pengalaman yang diingatnya. Sebagian yang lain karena dia menganggap, sudah banyak yang diketahui oleh umum. Selain bertujuan sebagai persembahan bagi para pembaca yang budiman, buku ini juga sebagai warisan pengetahuan yang jujur bagi anak-anak, istri, para menantu, cucu-cucu dan cicit serta keturunan dirinya selanjutnya.
Hendro mengatakan, acara peluncurannya yang dilakukan pada Kamis 7 Mei 2020 kemarin terpaksa dilakukan di dunia maya, karena kondisi negara kita dan seluruh dunia masih dilanda oleh pandemi Corona sejak akhir 2019 yang lalu.
Cara peluncuran semakin unik dan istimewa karena mungkin untuk pertama kalinya terjadi, dalam waktu yang juga unik bagi dirinya dan keluarga karena pada tahun ini dia dan istri memperoleh cicit atau buyut pertama yang bernama Arthur Ibrahim Perkasa Hendropriyono, yang lahir pada tanggal 2 bulan 2 tahun 2020. Tahun ini juga pada 25 Januari merupakan Tahun Baru Imlek, 25 Maret adalah Hari Nyepi, 25 Mei Hari Raya Idul Fitri dan 25 Desember Hari Besar Natal.
“Saya ucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi umat Islam, pada Bulan Suci Ramadhan 1441 Hijriyah. Izinkan saya untuk memohon ma’af yang sebesar-besarnya, jika tulisan saya ini membuat pembaca tidak berkenan,” kata dia.