AS ‘Sekarat’ akibat COVID-19, Ribuan Warga Marah dan Protes di Jalan
WASHINGTON – Wabah virus corona baru, COVID-19, benar-benar membuat Amerika Serikat (AS) seperti dalam kondisi “sekarat”. Sebanyak 709.735 orang terinfeksi dengan 37.154 di antaranya meninggal, pusat-pusat bisnis lumpuh dan 22 juta orang kehilangan pekerjaan.
Kondisi yang menyedihkan itu memicu ribuan warga AS marah. Mereka ramai-ramai turun ke jalan di berbagai wilayah untuk menyampaikan protes. Ekspresi kemarahan massa digambarkan media setempat sebagai “gerombolan zombie”.
Di Michigan, mereka turun ke ibu kota negara bagian itu dengan ratusan mobil membunyikan klakson, meneriakkan slogan-slogan dan melambai-lambaikan bendera nasional Amerika, bendera bergambar Presiden Donald Trump, dan plakat.
Lagu-lagu patriotik menggelegar dari radio mobil. Mereka berteriak “kunci dia, kunci dia” dalam permohonan putus asa terhadap pembatasan penguncian wilayah atau lockdown oleh gubernur mereka.
Di Columbus, Ohio, massa keluar dari mobil dan berkerumun di gedung pemerintah di Capitol Square dan menggedor pintu-pintu menuntut untuk menemui gubernur. Massa mengenakan masker Guy Fawkes, topi “Make America Great Again”, kemerja Star and Stripes, dan menempel pada jendela-jendela kaca.
Media Amerika menyebut mereka menyerupai “gerombolan zombie” karena wajah mereka diliputi kemarahan dan ketakutan. Ketika selembar kertas dicetak dari gubernur, satu orang menggunakan senapan yang dibawa ke lokasi protes untuk menembaknya.
Massa menggambarkan diri mereka sebagai patriot dan menyalahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena negara mereka kini berada di posisi terbalik. Massa mengaku tidak takut virus corona.
Namun, mereka mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kehancuran ekonomi akibat virus menyebabkan mereka berjuang untuk membayar tagihan dan sewa. Hal seperti itu yang mereka anggap telah membahayakan hidup mereka.
Presiden Trump terlihat memantik protes. Sehari setelah Trump memberikan peta jalan (road map) kepada gubernur-gubernur di AS untuk pulih dari kepedihan finansial akibat pandemi COVID-19, dia mengatakan bahwa massa dapat melakukan aksi. Dalam serangkaian tweet, dia “memprovokasi” demonstran di negara-negara kantong suara Demokrat. “LIBERATE MINNESOTA!,” bunyi salah satu tweet presiden. Disusul dengan tweet: “LIBERATE MICHIGAN!” dan tweet: “LIBERATE VIRGINIA.”
Di Lansing, Ibu Kota Michigan, warga yang marah berbondong-bondong ke jalan-jalan dengan suara berisik bumper-to-bumper yang disebut “Operation Gridlock” terhadap apa yang mereka yakini sebagai pembatasan lockdown yang terlalu berlebihan.
“Karantina adalah saat Anda membatasi pergerakan orang sakit. Tirani adalah ketika Anda membatasi pergerakan orang sehat,” kata penyelenggara protes “Operation Gridlock“, Meshawn Maddock kepada Fox News, yang dilansir Sabtu (18/4/2020).
Orang yang dituduh sebagai seorang tiran adalah Gubernur Michigan, Gretchen Whitmer, yang perintahnya tinggal di rumah diperluas hingga larangan menyeberang jalan untuk mengunjungi tetangga serta mengemudi untuk melihat teman.
Menanggapi kondisi Michigan yang memiliki kasus COVID-19 terbesar keempat di AS, yakni lebih dari 27.000 orang, Whitmer melarang pertemuan publik dan pribadi terlepas dari jumlah atau pun ikatan keluarga. Dia membatasi jenis-jenis bisnis apa yang dapat beroperasi dan dalam kapasitas apa.
Para pembeli yang bingung mendapati mereka bisa membeli alkohol dan mengunjungi toko bahan makanan, tetapi tidak bisa pergi ke pusat taman.
Perintah lockdown yang datang cepat mengharuskan toko-toko besar menutup atau mengikat bagian-bagian di mana barang-barang seperti karpet, ubin atau perangkat keras dijual.
Dimulai dengan grup Facebook yang bernama “Michiganders Against Excessive Quarantine”, massa mengirimkan surat-surat kemarahan mereka kepada para politisi dan kemarahan massa ikut dikipasi oleh komentator media konservatif seperti Rush Limbaugh.
Empat sheriff wilayah bergabung dalam ketidakpatuhan. Mereka menulis surat terbuka yang memberi tahu penduduk bahwa mereka tidak akan secara ketat menegakkan perintah baru Whitmer.
Ketika protes berikutnya sampai di jalan-jalan Michigan, itu menjadi salah satu yang paling keras di negara bagian tersebut, di mana plakat yang menyebut Whitmer seorang “Nazi” dan menuduhnya memperlakukan mereka seperti budak.
Tapi itu bukan hanya Michigan. Orang-orang Amerika bangkit di negara bagian lainnya.
Letnan Gubernur Texas Dan Patrick sebelumnya meminta warga Amerika untuk mengorbankan hidup mereka. Dia mengatakan kepada Fox News bahwa kakek-nenek di seluruh negeri harus bangga meninggal karena virus corona jika itu berarti generasi muda bisa kembali bekerja.
Seorang Republikan lainnya mengatakan baru-baru ini bahwa membawa orang Amerika kembali ke bisnis mereka adalah “hal yang lebih rendah dari dua kejahatan”.
Tanggapan marah dan penolakan untuk mematuhi lockdown dapat ditelusuri ke komentar Presiden AS Donald Trump sebelum Paskah. Dia mengatakan ekonomi dapat dibuka kembali pada akhir pekan ini.
Trump dianggap mengabaikan peringatan kesehatan karena korban tewas di negaranya berada puncak terbanyak di dunia.
Para pengunjuk rasa di North Carolina bentrok dengan polisi. Mereka ditangkap ketika membawa spanduk tentang hak konstitusional mereka dan tulisn “ReOpen NC”, nama halaman Facebook yang sekarang memiliki puluhan ribu anggota.
Di halaman Facebook tersebut, penyelenggara mem-posting pesan seperti; “Kami kehilangan bisnis kecil kami, yang merupakan tulang punggung ekonomi kami.”
Satu pesan yang di-posting di halaman tersebut mengatakan; “Yang rentan dapat diisolasi atau dilindungi dengan cara lain, tanpa mengorbankan seluruh perekonomian negara kita.”
Di Wyoming, negara bagian AS terakhir yang melaporkan kematian karena virus corona, ada sekitar 20 orang yang melakukan protes pekan lalu di sebuah taman. Mereka memprotes pembatasan oleh pemerintah, di mana orang-orang diminta tidak kembali bekerja.