Nurdin Basirun Dituntut 6 Tahun Penjara dan Hak Politik Dicabut
JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) nonaktif Nurdin Basirun dengan pidana penjara selama 6 tahun. Hak politik mantan Ketua NasDem Riau tersebut juga dituntut dicabut selama 5 tahun.
Surat tuntutan Nomor: 33/TUT.01.06/24/03/2020 atas nama Nurdin Basirun disusun oleh JPU yang dipimpin Muh Asri Irwan dengan anggota Roy Riady, Dormian, Agung Satrio Wibowo, dan Rikhi Benindo Maghaz. Surat tuntutan dibacakan dalam persidangan terbuka untuk umum di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
JPU Muh Asri Irwan menyatakan, berdasarkan fakta-fakta persidangan baik dari keterangan saksi-saksi, surat, dokumen, alat bukti berupa petunjuk seperti sadapan percakapan dan transkrip pesan singkat maupun keterangan ahli dan keterangan terdakwa disimpulkan bahwa Nurdin Basirun selaku gubernur Kepri periode 2016–2021 terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam dua delik.
Delik pertama, Nurdin Basirun bersama dengan terdakwa Edy Sofyan (divonis 4 tahun penjara) selaku kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Kepri dan terdakwa Budy Hartono (divonis 4 tahun) selaku kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Kepri telah menerima suap Rp45 juta dan SGD11.000 (sebagiannya SGD6.000 diterima pada 10 Juli 2019). Suap tersebut berasal dan bersumber dari terpidana pengusaha Kock Meng (divonis 1 tahun 6 bulan), pengusaha Johanes Kodrat (belum tersangka), dan terpidana nelayan Abu Bakar (divonis 1 tahun 6 bulan).
JPU Asri menegaskan, masih berdasarkan fakta-fakta persidangan, terungkap bahwa uang suap disandikan dengan “titipan”, “daun”, “ikan” hingga “kepiting”. Suap diberikan tiga orang tadi dan diterima Nurdin agar dia selaku gubernur Kepri melakukan tiga perbuatan. Pertama, menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut Nomor: 120/0796/DKP/SET Tanggal 7 Mei 2019 tentang Permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di lokasi lahan laut Piayu Laut, Piayu, Kota Batam atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare. Kedua, menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut Nomor: 120/0945/DKP/SET Tanggal 31 Mei 2019 tentang Permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Pelabuhan Sijantung Jembatan Lima atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare. Ketiga, rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepulauan Riau.
Delik kedua, Nurdin selaku gubernur Kepri secara sendiri telah menerima gratifikasi sejumlah Rp7.462.460.000, SGD150.963,407 ringgit Malaysia, 500 riyal, dan USD34.803. Gratifikasi ini terbagi jadi tiga bagian besar terkait dengan beberapa hal. Di antaranya untuk penerbitan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut, Izin Lokasi Reklamasi, dan Izin Reklamasi dalam kurun 2016 sampai dengan 2019. “Menuntut agar majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Nurdin Basirun berupa pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan,” tegas JPU Asri saat membacakan surat tuntutan atas nama Nurdin Basirun di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin.
JPU Asri membeberkan, karena perbuatan pidana Nurdin dilakukan dalam kapasitas sebagai gubernur Kepri, Nurdin layak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik. Dalam pertimbangan surat tuntutan, pencabutan hak tersebut sejalan dengan salah satu tujuan hukum pidana, yaitu menciptakan efek jera bagi pelaku kejahatan dan orang lain yang akan melakukan kejahatan sehingga fungsi hukum sebagai a tool of social engineering dapat terwujud. “Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan kepada Nurdin Basirun berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana,” tegas JPU Asri.
JPU Asri menggariskan, untuk penerimaan suap, Nurdin telah terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dakwaan pertama. Adapun untuk penerimaan gratifikasi, Nurdin terbukti melanggar Pasal 12 B ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dakwaan kedua.
Dalam menjatuhkan tuntutan, JPU mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan, Nurdin belum pernah dihukum dan punya tanggungan keluarga. Pertimbangan memberatkan bagi Nurdin juga ada dua. Pertama, perbuatan Nurdin sebagai penyelenggara negara telah bertentangan dengan spirit bangsa dan negara Indonesia dalam pemberantasan korupsi. “Perbuatan terdakwa telah mencederai harapan dan kepercayaan masyarakat,” ucap JPU Asri.
Atas tuntutan JPU, Nurdin Basirun bersama tim penasihat hukumnya memastikan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi). Ketua Majelis Hakim yang juga Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Yanto menetapkan persidangan dengan agenda pembacaan pleidoi akan berlangsung pada Kamis, 2 April 2020. “Persidangan kita tunda sampai hari Kamis tanggal 2 April 2020 dengan agenda pembelaan,” tegas hakim Yanto.