Wacana Partai Islam Tunggal di Indonesia Bukan ‘Barang’ Baru
JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesia Public Institut (IPI), Karyono Wibowo menilai usulan Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin tentang perlunya satu partai politik Islam tunggal sebagai saluran aspirasi umat Islam di Indonesia bukan hal baru.
Menurut Karyono, wacana tersebut sesungguhnya sudah ada sejak dulu. Namun, sejak reformasi hingga saat ini belum pernah terealisasi karena tidak mudah menyatukan umat Islam dalam satu wadah partai Islam tunggal.
“Pasalnya, di tubuh Islam sendiri banyak ragam aliran yang sulit disatukan. Ditambah lagi euforia demokrasi semakin mendorong berbagai pemimpin umat Islam lebih memilih mendirikan partai sendiri untuk mewadahi aspirasi umat masing-masing,” tutur Karyono saat dihubungi SINDOnews, Jumat (28/2/2020)
“Oleh karenanya ceruk pemilih Islam tidak mudah disatukan dalam satu partai Islam tunggal karena mazhabnya memang berbeda,” imbuh dia.
Karyono menyatakan satu-satunya yang pernah ada satu partai Islam adalah di saat rezim pemerintahan Orde Baru yang memaksa partai-partai Islam fusi ke dalam satu partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
“Itu pun tidak ada kata Islam, yang ada hanya gambar Kakbah sebagai salah satu simbul Islam,” ucapnya.
Meski demikian, lanjut dia, dalam sejarah pemilu di era Orde Lama, Orde Baru dan pasca Reformasi tidak pernah menang pemilu. Oleh karenanya, ide Din Syamsuddin agar hanya ada satu partai Islam tunggal sulit direalisasikan dan belum tentu efektif.
“Sebab, faktanya, dalam sejarah pemilu pemenangnya selalu partai nasionalis moderat meskipun lebih dari 90 persen mayoritas warga negara Indonesia menganut agama Islam,” terang dia.
Maka, Karyono menganggap peran umat Islam dalam menentukan kebijakan strategis kenegaraan tidak harus ditentukan ada tidaknya satu partai Islam tunggal. Bahkan Nur Cholis Madjid lebih tegas lagi mengatakan “Islam Yes Partai Islam No”.
“Kalimat Cak Nur tersebut patut menjadi renungan kita semua,” tandasnya.