Respons Negatif Publik Salah Satu Alasan DPR Tarik-Ulur RUU Cipta Kerja
JAKARTA – Draf dan Naskah Akademik (NA) Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Kerja sudah diterima oleh Pimpinan DPR pada Rabu (12/2) pekan lalu tetapi hingga hari ini belum dibahas dalam Rapat Pimpinan (Rapim) dan Badan Musyawarah (Bamus) DPR.
Fraksi Partai Gerindra sendiri menduga bahwa respons negatif masyarakat menjadi salah satu faktor belum dibahasnya draf dan NA RUU tersebut. Karena, proses di DPR dan tanggapan masyarakat memang semestinya saling terkait.
“Ya, ya, ya, saya memang menunggu proses keputusan di antara pimpinan dewan itu, apa yang terjadi,” ujar Ketua Fraksi Gerindra DPR Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Muzani mengaku tidak tahu apa penyebabnya karena, ia sendiri masih menunggu prosesnya. Pada dasarnya, Gerindra ingin merespons secara baik apa yang menjadi keinginan Presiden Joko Widodo agar RUU ini bisa dibahas dengan cepat. Tetapi, cepat dan lambannya pembahasan itu bergantung pada konsep yang diajukan pemerintah, jika sudah sempurna maka bisa dilakukan dengan cepat.
“Tidak belang bentong, tidak ada problem. Tapi kalau konsepnya belum sempurna maka 100 hari kehendak presiden bisa molor. Secara prinsip kami di Gerindra kalau 100 ya 100 hari siap asal konsepnya sudah sempurna,” ucapnya.
Terlebih, lanjut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra ini melihat bahwa tanggapan publik terhadap RUU ini sangat konstruktif sehingga DPR pun perku mendengar apa yang menjadi suara masyarakat. Sehingga, RUU sapu jagad ini bisa menyelesaikan semua masalah dan bermanfaat bagi semua pihak.
“Jadi, respons publik jangan dianggap penghambat dari pembahasan undang-undang tapi harus dianggap sebagai proses yang memperkuat dan memperkaya pikiran yang bekembang dalam undang-undang,” terang Wakil Ketua MPR itu.
Muzani mengakui bahwa ada sejumlah hal yang membuat bimbang Gerindra dan beberapa fraksi lain. Sehungga, diharapkan bahwa pemerintah bisa memperbaiki hal-hal tersebut.
“Apalagi ada hal yang katanya salah ketik, yang salah ketik salah ketik itu lah yang bisa kita perbaiki. Saya nggak tahu ada berapa pasal yang dianggap pasal begitu,” tandasnya.