DPR: Jangan Pakai Kekuatan Negara untuk Tekan Intoleransi
NAGALIGA — Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI Ace Hasan Syadzily menganjurkan pemerintah memakai pendekatan masyarakat sipil untuk menekan kelompok intoleran.
“Menurut saya menyelesaikan kasus intoleransi ini tentu perlu menggunakan pendekatan civil society. Strateginya jangan menggunakan kekuatan negara untuk menekan kelompok yang intoleran. Saya khawatir justru akan menambah simpati lawan politik dan menambah masalah sosial,” kata Ace dalam diskusi publik di Senayan, Jakarta, Rabu (5/2).
Pendekatan civil society, lanjutnya, bisa dilakukan lewat bantuan organisasi masyarakat (ormas) dengan cara berdiskusi dan mengeluarkan argumen masing-masing. Misalnya, soal khilafah.”Jangan menggunakan cara yang dapat mencederai demokrasi, ditambah lagi itu ranah masyarakat. Jadi suruh NU, Muhammadiyah, Perguruan Tinggi Negeri Islam berdebat tentang ketidakmungkinan konsep khilafah bisa diterapkan di Indonesia,” dia menambahkan.
Hal ini dikatakannya terkait pemaparan ulang hasil survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang digelar pada 2018.
Diketahui, survei PPIM UIN itu digelar pada periode 6 Agustus hingga 6 September 2018. Respondennya 2.237 guru-guru muslim di 767 Kabupaten/Kota di 34 Provinsi. Metodenya memakai Multistage Sampling (Three Stage Stratified Sampling) dengan margin of error 2,07 persen.
“51,1 persen memiliki pandangan keagamaan yang cenderung intoleran secara internal, dan 34,3 persen menunjukkan pemahaman keagamaan yang cenderung intoleran,” ujar peneliti PPIM Yunita Faela.
Survei juga mengatakan sebanyak 49 persen guru dan dosen tidak setuju pemerintah melindungi kelompok menyimpang, dan 86,55 persen guru dan dosen setuju pemerintah melarang keberadaan kelompok yang dianggap menyimpang.
“Kami juga mensurvei guru dan dosen di wilayah Jakarta, hasilnya 49 persen tidak setuju pemerintah melindungi kelompok menyimpang, 86,55 persen setuju pemerintah melarang keberadaan kelompok yang dianggap menyimpang dalam aturan Islam,” katanya.
Di tempat yang sama, anggota Komisi X DPR-RI, Hetifah Sjaifuddin menyarankan agar pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat mengirimkan guru-guru agama di Indonesia keluar negeri dalam rangka mempelajari toleransi.
Dengan cara demikian, diharapkan para guru mempunyai pengalaman terkait toleransi dan bisa mengajarkan nilai-nilai toleransi berkeyakinan kepada muridnya.
“Mungkin ke depan pemerintah melalui Kemendikbud dapat mengirimkan para guru keluar negeri dalam rangka mempelajari toleransi, mereka akan punya pengalaman yang dapat berguna sebagai bahan ajar di kelas,” ucapnya.