PPATK Tak Bisa Bocorkan Kepala Daerah Pemilik Rekening Kasino
NAGALIGA — Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin meminta maaf tidak bisa menyebutkan nama kepala daerah yang diduga mempunyai rekening kasino di luar negeri.
Menurutnya, merujuk pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dinyatakan bahwa PPATK tidak berwewenang membuka hasil penelusurannya.
“Kami mohon maaf kami tidak pernah bisa menyebutkan nama dari seseorang. Kadang-kadang hal-hal tertentu kami mengonfirmasi pun tidak bisa. Itu kira-kira posisi PPATK,” kata Kiagus dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (5/2).
Ia mengatakan informasi soal temuan rekening kasino milik kepala daerah di luar negeri merupakan bagian dari laporan akhir tahun yang rutin dilakukan PPATK.
“Kami tidak pernah menyebutkan apakah dia seorang gubernur, apakah dia seorang bupati, siapa namanya, apalagi daerahnya. Dia berjudi di mana pun tidak kami sebutkan dimana dan seterusnya,” kata Kiagus.Laporan soal kepala daerah memiliki rekening kasino diluar negeri itu dirilis pada Desember 2019. Kiagus mengaku tidak menyangka bahwa temuan tersebut mendapatkan sorotan publik.
“Tetapi yang tertarik bagi teman-teman media yaitu tentang penyimpanan uang di kasino itu, kami enggak bisa melarang sesuatu bagi masyarakat menarik, jadi silakan,” kata Kiagus.
Dia menerangkan bahwa alasan PPATK memberikan informasi soal temuan rekening kasino milik kepala daerah di luar negeri itu adalah agar menjadi peringatan sekaligus efek jera.
Dia menegaskan bahwa PPATK tak bermaksud melampaui kewenangan dengan mengungkap hal itu.
Polemik soal temuan rekening kasino milik kepala daerah di luar negeri terjadi setelah Kiagus mengungkapnya dalam Refleksi Akhir Tahun di Kantor PPATK, Jakarta, 13 Desember 2019.
Ia mengungkap PPATK menemukan sejumlah transaksi kepala daerah yang menyimpan uang senilai Rp50 miliar di kasino luar negeri.
Kepada CNNIndonesia.com, Kiagus mengungkap modus tersebut dilakukan dengan cara menukarkan uang hasil kejahatan dengan koin kasino.
Kemudian oknum kepala daerah itu menukarkannya kembali dalam bentuk valuta asing tunai. Setelah itu, tumpukan uang tunai itu diboyong ke Tanah Air dengan status legal.
“Nah, itu nanti dia bisa menggunakan uangnya, masuk ke kita dan jadikan bukti bahwa receipt (tanda terima) itu adalah uang itu berasal dari main judi. Main judi kan di negara-negara tertentu legal, tidak melanggar hukum,” kata Kiagus saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (16/12).
Merespons hal itu, Dirjen Otda Akmal Malik sempat melontarkan kritik. Menurutnya PPATK adalah lembaga intelijen keuangan. Temuan tersebut harusnya disampaikan secara internal ke pihak terkait.
“Karena produk intelijen, maka tidak boleh dibuka selain ke aparat penegak hukum yang akan follow up dengan giat penyelidikan, tidak langsung penyidikan untuk klarifikasi informasi intelijen tersebut. Karena belum tentu salah atau pidana, maka jika PPATK membocorkan data rahasia perbankan dapat dipidana,” kata Akmal melalui keterangan tertulis, Senin (16/12) malam.
Berdasarkan pasal 12 ayat (3), PPATK dilarang memberitahukan laporan transaksi keuangan mencurigakan yang akan atau telah dilaporkan kepada PPATK secara langsung atau tidak langsung dengan cara apa pun kepada pengguna jasa atau pihak lain. Sementara ayat (5) mengatur ancaman pidana maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Pernyataan Akmal menyulut amarah dari Kiagus. Dalam perbincangannya dengan CNN Indonesia TV, Selasa (17/12) Kiagus menegaskan, dia tidak pernah menyebut nama kepala daerah, atau lokasi kasino tempat pencucian uang. Dia juga tidak pernah membawa persoalan itu ke ruang publik.