YLBHI Bakal Kawal Tragedi Semanggi ke Dunia Internasional
NAGALIGA — Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyebut pihaknya berupa membawa penanganan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat ke ranah hukum Internasional. Hal tersebut merespons pernyataan Jaksa Agung RI yang mengatakan Tragedi Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
“Kami sudah punya undang-undang untuk diadili di negara sendiri, tapi ini sudah 22 tahun tidak ada juga, berarti kan bukti memang hukum yang sudah tidak bisa di Nasional dan harus dibawa ke Internasional, dan kami akan advokasi soal ini,” ujar Asfinawati kepada CNNIndonesia.com, Kamis (16/1).
Ia mengatakan tidak kaget mendengar putusan Jaksa Agung terkait kategori Pelanggaran HAM tersebut. Menurutnya keputusan itu terkesan mengada-ada dan justru menunjukkan lepasnya tanggung jawab Jaksa agung sebagai penyidik.
“Dalam UU No. 26 Tahun 2000 kalau kita kaitkan dengan KUHP, maka penyidik itu adalah jaksa agung itu sendiri. Sedangkan Komnas HAM hanya penyelidik, tugasnya memastikan apakah itu tindak pidana atau bukan,” terangnya.
Ia menyebut perbedaan penyelidik dan penyidik, tugas penyelidik memperjelas dan mengetahui ada atau tidaknya tindak pidana. Sedangkan penyidik bertugas mencari bukti, memperjelas peristiwa, dan menentukan siapa tersangkanya.
YLBHI menyoroti putusan tersebut sebagai suatu hal yang tidak mengagetkan lagi, pasalnya hal tersebut sesuai dengan perkiraannya atas terpilihnya jajaran orang-orang di kepemimpinan Presiden Joko widodo saat ini.
“Bukan suatu yang aneh, justru kalau mereka enggak begini aneh malah,” selorohnya.
Saat disinggung tentang pernyataan Jaksa Agung terkait kurangnya bukti atas kasus pelanggaran HAM berat dari Komnas HAM menurutnya pernyataan tersebut sebuah hal yang lucu.
“Bukti itu kan sangat mudah, cari saja dokumen operasi pada saat itu, kalau tidak ada berarti sudah dimusnahkan. Karena enggak mungkin ada operasi tanpa dokumen,” kata dia.
“Bahkan upaya melengserkan Gus Dur saja aja dokumennya gitu, apalagi ini sejarah seperti itu,” lanjutnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan bahwa tragedi Semanggi I dan Semanggi II yang terjadi 21 tahun lalu bukan merupakan kategori pelanggaran HAM berat, saat melakukan sidang Paripurna dengan Komisi III DPR, Kamis (16/1)
Burhanuddin juga mengatakan jika berkas hasil penyelidikan peristiwa pelanggaran HAM masa lalu masih terkendala kecukupan alat bukti.
“Berkas hasil penyidikan Komnas HAM belum menggambarkan atau menjanjikan 2 alat bukti yang kami butuhkan,” kata Burhanuddin.
Tragedi Semanggi I dan Semanggi II adalah satu dari 12 penyelidikan perkara Pelanggaran HAM Berat yang telah diserahkan Komnas HAM ke Kejaksaan Agung.
Diketahui, tragedi tersebut bermula atas aksi demonstrasi menentang sidang Istimewa MPR pada November 1998 (Semanggi I) dan September 1999 (Semanggi II). Tercatat tragedi tersebut menewaskan setidaknya 29 jiwa.