Sat. Oct 5th, 2024

Berita olahraga dan game online Trans7sport

Link altenatif Nagaliga : nagasuara.com ,trans7sport.com , Prediksinagaliga.com , nagaliga.xyz , nagaliga.me , nagaliga.info , nagaligasbo.com , nagaliga.best , nagaliga.club , nagaliga9.com , nagaligaqq.com , togelnagaliga.com

Langkah Iran Terkait Kesepakatan Nuklir Tempatkan Eropa di Posisi Sulit

BRUSSELS – Keputusan Iran untuk terus mengurangi komitmennya terhadap kesepakatan nuklir 2015 telah menempatkan kekuatan-kekuatan Eropa dalam posisi yang sulit. Konflik yang meningkat antara Iran dan Amerika Serikat (AS) mendorong negara-negara Eropa untuk mengambil posisi.

Setelah seragan AS yang menewaskan Qassem Soleimani, Iran mengumumkan akan mulai memperkaya uranium tanpa batasan. Langkah ini melanggar kesepakatan yang ditandatangani dengan AS, Inggris, Rusia, China, Prancis, dan Jerman.

Sementara Presiden AS, Donald Trump telah menarik diri dari kesepakatan pada 2018, tiga kekuatan Eropa, yang dikenal sebagai E3, telah mencoba untuk menjaga kesepakatan itu tetap hidup, meskipun Iran telah secara bertahap menarik komitmen dari kesepakatan tersebut ketika AS menghentikan berbagai keringanan sanksi sejak 2018.

Meskipun Menteri Luar Negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrell menyuarakan penyesalan atas keputusan terbaru Teheran untuk mengurangi komitmennya, anggota parlemen Jerman, Nikolas Löbel bersikeras bahwa E3 mendukung kesepakatan tersebut.

“Jerman – dan saya dapat berbicara untuk negara-negara E3 lainnya, Prancis dan Inggris, masih tetap berpegang pada kesepakatan Iran. Karena itu adalah satu-satunya kesempatan untuk mencegah Iran membangun bom nuklir dan satu-satunya kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang program nuklir Iran,” Kata Löbel, yang merupakan anggota Komite Hubungan Luar Negeri di Parlemen Jerman.

Di antara tiga negara tersebut, Inggris menjadi negara yang paling keras mengkritik Iran. Di mana, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson juga menjadi pemimpin di Eropa yang mendukung serangan AS terhadap Soleimani.

Jessica Leyland, Analis Intelijen Senior untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di AKE International, menyatakan bahwa tekanan dari administrasi Trump dan kebutuhan Inggris akan dukungan AS pasca-Brexit mungkin akan membuat Inggris keluar dari kesepakatan tersebut.

Dia menuturkan, Prancis dan Jerman menginginkan hubungan perdagangan dengan Iran dan kecil kemungkinannya untuk meninggalkan kesepakatan, meski terus mendapat dorongan ke arah tersebut.

“Prancis mungkin akan lebih berkomitmen untuk mempertahankan kesepakatan mengingat hubungan historis mereka dengan Iran sebelum revolusi, tetapi ketika Jerman semakin memberikan sanksi terhadap operasi Hizbullah, toleransi terhadap dukungan Iran terhadap kelompok-kelompok semacam itu berkurang, dan penarikan dari JCPOA menjadi lebih mungkin,” ucap Leyland.

Leave a Reply

Categories

Social menu is not set. You need to create menu and assign it to Social Menu on Menu Settings.