Munas Golkar: Antiklimaks Airlangga vs Bamsoet
merdeka.com memilih Munas Golkar masuk ke dalam tulisan Kaleidoskop 2019. Sebab, perebutan kursi ketua umum Golkar ini menambah daftar kekisruhan politik sepanjang 2019, setelah Pemilu serentak dilaksanakan.
Munas Golkar menutup akhir cerita kegaduhan politik tanah air yang terjadi sepanjang 2019. Airlangga Hartarto mampu mempertahankan takhtanya di Golkar dengan mulus dari serangan mantan lawannya Bambang Soesatyo (Bamsoet).
Gaduh Munas Partai Golkar di awali Mei 2019 atau tepatnya satu bulan setelah Jokowi–Ma’ruf Amin disebut menang Pemilu 2019 versi hitung cepat.
Skenario pertama yakni menyuarakan percepatan munas Golkar. Loyalis Bambang Soesatyo, Aziz Sumual menyuarakan agar pagelaran Munas partai berlogo pohon Beringin itu dipercepat.
Kala itu, Aziz mengatakan, desakan munas dipercepat karena Airlangga Hartarto, sang ketua umum, dianggap telah gagal membawa Golkar lebih baik di Pemilu 2019. Aziz mendesak Munas digelar setelah Lebaran yakni Juni atau Juli 2019.
“25 DPD I dan Ratusan DPD II se-Indonesia yang sudah siap untuk melaksanakan munas paling lambat akhir Juli,” kata Aziz, mantan Ketua DPD Golkar Papua itu saat dihubungi merdeka.com, 27 Mei 2019 lalu.
Kubu Airlangga mampu bertahan dan menyerang balik. Analisa maksud munas dipercepat karena ketum Golkar terpilih ingin menguasai pemilihan menteri di kabinet Jokowi-Ma’ruf serta jabatan strategis di legislatif terkuak.
Namun Munas dipercepat tidak kunjung terjadi. Airlangga sebagai penguasa mampu membendung suara-suara sumbang tersebut. Malah, calon ketum petahana itu makin gencar sowan ke daerah untuk mendapatkan dukungan dari DPD I dan DPD II.
Airlangga tetap menginginkan Munas digelar Desember 2019. Hal itu sudah menjadi tradisi sejak era Jusuf Kalla (JK).
“Sesuai jadwal saja, karena jadwalnya kan Desember. Sekarang terlalu pagi,” kata Airlangga.
Pleno DPP Golkar
Gaduh yang kedua yakni tentang rapat pleno DPP Golkar yang tak kunjung digelar Airlangga Hartarto sebagai ketua umum. Padahal dalam AD/ART Golkar, rapat pleno harus rutin dilakukan.
Perang komentar antara pendukung Bamsoet dan Airlangga pun kembali terjadi. Kubu Bamsoet melempar isu Airlangga takut kalah suara apabila menggelar pleno. Jika kalah, bukan tidak mungkin Munas dipercepat.
Dewan Pembina Golkar sampai berkirim surat agar Airlangga menggelar pleno. Hal ini dinilai penting, guna melakukan evaluasi terhadap Golkar usai Pemilu 2019.
Airlangga kukuh tak mau. Dengan alasan, pada saatnya nanti akan menggelar pleno. Bahkan kubu Bamsoet dipimpin Nusron, menggelar pleno sendiri di Hotel Sultan, Jakarta pada 4 Agustus 2019.
Nusron membeberkan alasan banyak kader Golkar ingin menggelar rapat pleno. Sebab, banyak agenda penting yang membutuhkan keputusan bersama.
Misalnya, seperti penentuan alat kelengkapan dewan, konsolidasi partai, hingga evaluasi pasca Pilpres dan Pileg. Dari situ, Nusron melihat partainya tidak siap menghadapi Pilkada 2020.
“Kita masih belum ready to play dalam kontestasi politik tahun depan,” kata dia saat jumpa pers di Hotel Sultan.
Airlangga memilih rapat Korbid terlebih dahulu ketimbang pleno. Hal ini dilakukan sebagai langkah evaluasi. Meskipun rapat Korbid juga dinilai tak ada dalam aturan partai.
“Ada waktunya. Iya (akan dilaksanakan pleno),” jawab santai Airlangga usai menghadiri rapat koordinasi tingkat menteri di Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (23/8).
Rapat pleno akhirnya digelar oleh Airlangga. Hal ini akhirnya dilakukan setelah Bamsoet ‘pura-pura’ mendukung Airlangga sebagai hasil kesepakatan 27 September 2019. Pertemuan itu disaksikan langsung Surya Paloh.
DPP Golkar Dijaga Ketat
Desakan pleno Golkar berujung pada penjagaan ketat yang dilakukan oleh ratusan orang berseragam AMPG. Tidak sembarangan orang bisa masuk ke DPP Golkar, Jalan Anggrek Nely, termasuk kader Golkar sekalipun.
Kubu Bamsoet menuding, penjagaan ketat untuk mengantisipasi adanya pleno tandingan yang dilakukan oleh kubu lain di luar instruksi dari sang ketum Airlangga.
Bamsoet pun heran dengan penjagaan yang ketat di DPP Golkar. Sebab, dia menilai, tidak ada kegentingan atau ancaman apapun di DPP Golkar. Meskipun belakangan ada aksi pelemparan bom molotov 21 Agustus 2019. Hingga kini polisi tak bisa memastikan siapa pelakunya.
“Padahal, tak ada yang perlu ditakuti karena memang tidak ada ancaman terhadap DPP Golkar dan para elitnya. Sebaliknya, pengamanan ketat itu justru menumbuhkan kesan Golkar dekat atau terbiasa dengan aksi kekerasan atau tindak anarkis,” ucapnya.
Bukan cuma insiden molotov. Bahkan polisi sempat menangkap para pemuda berjaket AMPG tersebut bermain judi di dalam DPP Golkar. Kantor beringin ikut panas saat itu.
Namun, Airlangga santai menanggapi polemik yang terjadi di DPP Golkar tersebut. Menurut dia, sejumlah kader AMPG kumpul-kumpul di DPP Golkar karena sedang ada acara.
“Oh bukan itu, tim AMPG sendiri, internal. Lagi ada acara internal,” singkat Airlangga saat ditemui usai acara Muktamar PKB ke V di Nusa Dua, Bali, Selasa (20/8) malam.
Genjatan Senjata
Kerasnya pertarungan antar pendukung, membuat Airlangga dan Bamsoet memutuskan untuk bertemu. Keduanya bertemu disaksikan langsung oleh mantan senior Golkar Surya Paloh. Pertemuan terjadi 27 September 2019.
Dalam pertemuan itu, Bamsoet dan Airlangga sepakat cooling down. Di situ terjadi deal. Airlangga mendorong Bamsoet jadi ketua MPR. Sementara Bamsoet mendukung pencalonan Airlangga di Munas Golkar pada Desember 2019.
“Untuk sementara ini, saya coolling down dulu. Memutuskan untuk mendukung pencalonan beliau (Airlangga),” jelas Bamsoet kepada merdeka.com, Sabtu (28/9).
Tapi rupanya, mereka cooling down hanya satu bulan saja. Setelah momen pelantikan Jokowi-Ma’ruf, dan pelantikan menteri kabinet, keduanya ribut lagi.
Saling tuding antara Airlangga dan Bamsoet kembali terjadi. Airlangga disebut tidak menjalankan kesepakatan 27 September yang dibuat di depan Surya Paloh. Yakni mengakomodir semua pendukung Bamsoet di AKD DPR.
Bamsoet menuding, semua pendukungnya disingkirkan dari AKD. Bahkan dirotasi di sejumlah komisi di DPR.
“Ada komitmen bahwa para pendukung saya dipulihkan kembali posisinya ke semula dan dirangkul dalam penyusunan AKD dan kepengurusan Partai Golkar,” ungkap Bamsoet 22 November.
“Tapi kemudian bahkan digusur habis. Jangankan bicara soal pimpinan komisi yang diturunkan gara-gara mendukung saya kemudian dikembalikan, jangankan juga posisi pendukung saya yang sudah di komisi tertentu lalu kemudian digeser ke komisi yang sebetulnya bukan bidangnya atau tidak diminati oleh yang bersangkutan,” ujarnya.
Airlangga membantah. Malah, balik menuduh Bamsoet telah menikmati bagian dari kesepakatan 27 September yakni menjadi ketua MPR saat ini. Soal pendukung, telah ditawari jabatan penting, namun ditolak.
“Loyalis Bamsoet ada 4. Dua sudah ditawari jabatan,” ungkap Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (28/11).
Tapi, kata mantan Menteri Perindustrian ini, dua dari empat loyalis Bamsoet menolak tawaran jabatan. Satu lainnya sedang mempertimbangkan menerima atau menolak tawaran tersebut.
“Yang satu komisinya sudah dipenuhi,” sambungnya.
Luhut Panjaitan Turun Gunung
Beberapa jam jelang pembukaan Munas Golkar di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta 3 Desember 2019, Luhut Panjaitan mengumpulkan Bamsoet dan Airlangga di kantor Kemenko Kemaritiman. Hadir juga dalam pertemuan tersebut ketua dewan pembina Golkar Aburizal Bakrie (Ical).
Usai pertemuan, Bamsoet akhirnya memutuskan untuk tak jadi mencalonkan diri sebagai calon ketum. Meskipun, telah mendaftarkan diri sebagai bakal calon ketum ke panitia munas.
“Dengan semangat rekonsiliasi yang telah kita sepakati bersama maka demi menjaga soliditas dan menjaga keutuhan Partai Golkar maka saya pada sore hari ini menyatakan tidak meneruskan pencalonan saya sebagai kandidat Ketua umum Partai Golkar,” kata Bamsoet di kantor Luhut.
Sumber merdeka.com sempat membocorkan, dalam pertemuan itu, Luhut mengaku sebagai utusan Presiden Jokowi untuk meminta Bamsoet mundur sebagai pencalonan. Namun baik Luhut maupun Bamsoet membantah ada intervensi Jokowi.
Isu intervensi Istana juga sebelumnya dihembuskan oleh pendukung Bamsoet, Syamsul Rizal. Bahkan, dia menyebut Mensesneg Pratikno bersama menteri dari Golkar ikut mengumpulkan DPD Golkar, pemilik suara di Munas.
Tapi, kabar itu dibantah langsung oleh Presiden Jokowi. Saat hadir di Munas, Jokowi menegaskan, telah mempertanyakan hal itu langsung kepada Pratikno.
“Kalau ada sampaikan Pak Mensesneg. Saya kasih jaminan enggak ada. Emang betul-betul enggak ada. Katanya kumpulkan DPD. Mana yang dikumpulkan,” kata Jokowi.
Bahkan Jokowi menantang peserta Munas yang juga para pengurus DPD Golkar untuk naik ke panggung jika pernah dikumpulkan Pratikno. Jokowi menjanjikan kasih sepeda. Seisi ruangan tertawa.
“Kalau ada DPD yang dikumpulkan Pak Mensesneg, Saya beri sepeda. Kalau ada DPD yang dikumpulkan maju ke depan, saya beri sepeda,” tegasnya.