Perang Klakson di Kota Mumbai
NAGALIGA- “Tin, tin, tin…” bunyi klakson yang saya dengar sepanjang jalan saat mengelilingi Kota Mumbai, India beberapa waktu lalu. Suara itu tidak kunjung berhenti.
Kemacetan dan keruwetan jalanan di kota-kota India ‘mungkin’ bukan lagi menjadi rahasia umum. Informasi soal ruwetnya jalanan di India telah banyak disebarkan oleh para wisatawan yang pernah berkunjung ke sana.
Mumbai salah satu kota terbesar di India. Bahkan, di kota itu juga menjadi rumah bagi industri perfilman India, yakni Bollywood.
Pantauan NAGALIGA, berbagai jenis kendaraan tampak tumpah ruah di jalanan India, mulai dari mobil, motor, bus, truk, bajaj, hingga taksi menghiasi pemandangan jalan di kota itu. Meski ruas jalan terbilang cukup lebar, namun nampaknya tak cukup menampung volume kendaraan yang melintas.
Untuk wilayah Asia Pasifik, penjualan otomotif di India pada 2018 bertengger di urutan pertama, atau 3,92 juta, diikuti Australia (1,11 juta unit), Indonesia (1,03 juta unit) dan Thailand (1,01 juta unit).
Salah satu perusahaan teknologi, TomTom mengumumkan Mumbai menjadi kota yang memiliki tingkat kemacetan tertinggi di kota mana pun di dunia pada tahun lalu. Kemacetan di Mumbai membuat pengemudi menghabiskan rata-rata waktu perjalanan ekstra yang dibutuhkan hingga 65 persen .
Alhasil suara klakson itu tak hanya terdengar di persimpangan jalan saja, namun hampir di setiap sisi dan sudut jalanan kota.
Usut punya usut, ternyata suara klakson di India menjadi alat komunikasi antar pengguna jalan. Dengan membunyikan klakson, maka pengendara memberikan sinyal atau kode kepada pengendara lainnya tentang keberadaan mereka.
Dengan bunyi klakson itu pula, diharapkan pengendara lain tidak melakukan manuver secara mendadak yang bisa membahayakan keselamatan pengemudi lain.
Meski suara klakson terdengar bersautan di setiap sudut kota, namun nampaknya tak ada pengendara yang merasa kesal. Mungkin karena memang sudah menjadi salah satu bentuk kebiasaan berkendara di negara itu.
Bagi wisatawan yang tengah berada di India, mungkin suara klakson itu awalnya akan cukup mengganggu indera pendengaran kita. Namun, jika sudah berada di sana selama dua hingga tiga hari, maka kita akan terbiasa dengan ‘perang’ klakson tersebut.
Sementara perilaku pengendara kendaraan bermotor sepeda motor India banyak yang nekat tidak menggunakan pengaman kepala (helm) saat berkendara. Ini tentu tidak patut dicontoh karena berpotensi membahayakan jiwa pengendara ketika terjadi insiden yang tidak diinginkan.Tak hanya keruwetan dan perang klakson saja, namun ada satu lagi hal menarik yang ada di jalanan India. Yakni, mobil-mobil di kota itu tak menggunakan kaca film. Bagian dalam mobil pun terlihat jelas dari luar atau bahkan dari kendaraan lain.
Terkait hal itu, rupanya pemerintah di sana memang memiliki aturan bahwa mobil tidak boleh menggunakan kaca film yang gelap. Regulasi itu disebut merupakan bagian dari upaya meningkatkan keamanan di negara itu.
Di Mumbai, kita juga bakal sering menemukan berbagai bus-bus berusia tua dengan ukuran besar. Angkutan umum jenis itu tak dilengkapi dengan kaca di bagian samping, cuma dibatasi dengan teralis.
Untuk bajaj, bentuknya tak jauh berbeda dengan yang ada di Jakarta. Hanya warnanya saja yang membedakan. Jika di Indonesia berwarna biru, di India bajajnya berwarna cokelat dan kuning.
Belum selesai sampai di situ, saat berjalan-jalan mengunjungi kota Mumbai kita akan menemukan keunikan lain, yaitu banyaknya hewan sapi di jalan raya. Hal unik saat pengendara harus berbagi jalan dengan sapi.
Di India, sapi merupakan hewan yang disucikan sejumlah masyarakat India. Praktis jika pengemudi bertemu sapi di jalanan, maka siapa pun pengendaranya dan jenis kendaraannya harus mengalah. Saat sapi itu tengah menyeberang jalan, pengendara pun harus bersabar menunggu mereka melintasi jalan
Sumber :