Masih Tunduk terhadap AS, Mencoba Dekati Rusia
ANKARA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memuji negosiasi dengan Turki mengenai nasib Suriah utara sebagai “hari kemenangan bagi peradaban”. Turki mendinginkan euforia Gedung Putih dan menolak kesepakatan tersebut sebagai gencatan senjata.
Beberapa jam setelah perundingan antara Presiden Turki Tayyip Erdogan dan Wakil Presiden AS Mike Pence ternyata serangan udara dan artileri masih dilancarkan ke Suriah utara yang dikuasi kelompok milisi Kurdi. Justru yang memainkan peranan penting dalam konflik di Suriah utara adalah Presiden Rusia Vladimir Putin.
Kremlin masih memegang kendali pemerintahan Suriah. Mereka juga memiliki kedekatan dengan Turki. Sebelumnya Turki menyatakan sepakat dengan gencatan senjata di Suriah utara untuk membiarkan pasukan yang dipimpin Kurdi meninggalkan wilayah yang diinvasi Ankara
Kesepakatan tersebut dicapai setelah Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengadakan perundingan di Ankara. Semua pertempuran akan dihentikan selama lima hari, dan AS bakal membantu memfasilitasi penarikan pasukan yang dipimpin Kurdi dari wilayah yang disebut Turki sebagai “zona aman” di perbatasan, kata Pence.
Namun tidak jelas apakah kelompok Kurdi YPG akan sepenuhnya menuruti kesepakatan ini. Komandan Mazloum Kobani mengatakan pasukan yang dipimpin Kurdi akan melaksanakan kesepakatan gencatan senjata di wilayah antara kota perbatasan Ras al-Ayin dan Tal Abyad, tempat pertempuran sengit terjadi selama sembilan hari terakhir. “Kami belum membahas nasib daerah lain,” ujarnya.
Syrian Observation for Human Rights (SOHR), yang berbasis di Inggris, mengatakan pertempuran terus berlangsung di Ras al-Ain meskipun ada pengumuman gencatan senjata. Lembaga pemantau itu mengatakan 72 warga sipil telah tewas di dalam wilayah Suriah dan lebih dari 300.000 orang mengungsi dalam delapan hari terakhir.
Pence memuji “kepemimpinan kuat” Presiden AS Donald Trump selama pengumuman itu, dengan mengatakan: “Ia menginginkan gencatan senjata. Ia ingin menghentikan kekerasan.” “Saya bangga dengan Amerika Serikat karena telah mempercayai saya dalam mengikuti jalan yang perlu, tetapi agak tidak konvensional,” imbuh Trump di Twitter.
Hanya sehari sebelum pertemuan Pence-Erdogan, terungkap bahwa Trump telah mengirim surat kepada sejawatnya di Turki tentang serangan itu. Trump mendesak Erdogan: “Jangan keras kepala. Jangan bodoh!” Setelah pengumuman gencatan senjata pada hari Kamis, ia menyebut Erdogan “pemimpin hebat” yang “melakukan hal yang benar”.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan kepada wartawan bahwa serangan hanya akan dihentikan secara permanen setelah SDF meninggalkan zona perbatasan. “Kami menangguhkan operasi, bukan menghentikannya,” ujarnya. “Kami akan menghentikan operasi hanya setelah [pasukan Kurdi] sepenuhnya mundur dari wilayah,” ujarnya.
Cavusoglu mengatakan Turki juga telah mencapai tujuannya yaitu merampas senjata berat dari para petempur yang berpihak kepada Kurdi, dan menghancurkan posisi mereka. Sebelumnya, Trump menghadapi serangan dari berbagai pihak atas kebijakannya menarik mundur pasukan AS dari Suriah. Itu memberikan kesempatan bagi Turki untuk melancarkan serangan ke Kurdi.
Bukan hanya Partai Demokrat, Partai Republik juga menyalahkan langkah Trump tersebut. Ketua parlemen Nancy Pelosi bertemu dengan Trump mengenai hal tesebut. Dalam pertemuan yang berlangsung panas itu, Pelosi dan pemimpin Minoritas Senat AS Charles Schumer meninggalkan ruangan sebelum pertemuan berakhir.
Pemimpin Partai Republik menyebut mengkritik langkas Pelosi karena “tidak pantas”. Baik Pelosi maupun Trump saling menuduh satu sama lain “ngambek”, dan Trump kemudian mengunggah foto percekcokan mereka di Twitter. Uniknya, foto tersebut justru dipuji oleh Partai Demokrat yang mengatakan momen itu “ikonik”.
Partai Demokrat menyebutkan foto itu menunjukkan Pelosi dalam “kondisi terbaik”. Pelosi juga memakai foto itu di akun Twitter-nya. Sebelumnya, Trump juga AS seharusnya tidak campur tangan dalam operasi militer Turki di Suriah. Dia beranggapan perang tersebut bukan perbatasan AS. ”Bangsa Kurdi yang jadi sekutu AS bukan malaikat,” katanya.
Sebelumnya, Turki mengabaikan sanksi baru dari Amerika Serikat (AS) untuk menekan agar serangan ke kelompok Kurdi di Suriah utara. Sanksi itu dijatuhkan ke kementerian pertahanan dan energi Turki termasuk juga para menterinya.
AS juga membekukan aset dan melarang transaksi dengan kedua lembaga tersebut. Wakil Presiden AS Mike Pence memperingatkan sanksi akan bertambah berukur dan Turki harus melaksanakan gencatan senjata dan negosiasi mengenai isu perbatasan jangka panjang.
Turki memulai perang di Suriah utara pada 9 Oktober bertajuk Operasi Perdamaian Musim Semi bertujuan untuk menciptakan koridor terhadap terorisme dan mewujudkan perdamaian. Serangan itu memfasilitasi kembalinya pengungsi Suriah ke rumah mereka. Turki tetap menjaga integritas teritorial Suriah dan membebaskan komunitas lokal dari terorisme.
Turki merasa terancam dengan Unit Perlindungan Rakyat (YPG), sayap militer Partai Uni Demokratik Kurdi (PYD). Turki bersikeras kalau YPG merupakan kepanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang menuntut otonomi Kurdi di Turki sejak 1984.YPG dan PKK memiliki ideologi yang sama, tetapi sebagai entitas yang berbeda.