Mantan Jurnalis Ini Diproyeksi Masuk Jadi Menteri Jokowi-Ma’ruf
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjanji akan mengenalkan susunan kabinet pemerintahan Jilid II hari ini. Dari susunan yang akan diumumkan, Jokowi mengatakan, masih mempertahankan beberapa wajah lama, namun juga banyak diisi wajah baru.
Dari wajah baru yang diprediksi mengisi jajaran kabinet pemerintahan jilid II, muncul nama Yenny Wahid. Dia banyak diproyeksikan sejumlah kalangan menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Putri dari pasangan almarhum Presiden Keempat RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Sinta Nuriyah Wahid ini menjadi Direktur Wahid Institute, sebuah organisasi yang didedikasikan untuk menghormati perjuangan Gusdur di bidang demokrasi, hak azasi manusia dan kondisi sosial kebangsaan lainnya.
Riwayat pendidikan Perempuan bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh setelah mengenyam pendidikan setara menengah keatas itu dimulai dari Universitas Trisakti dengan gelar Sarjana Desain dan Komunikasi Visual.
Dalam dunia politik, perempuan kelahiran Jombang, Jawa Timur 1974 itu mendirikan Barisan Kader (Barikade) Gus Dur, sebuah kendaraan yang dikhususkan bagi kalangan Gusdurian yang ingin berpolitik praktis.
Melalui barisan tersebut, Yenny Wahid pada Pilpres 2019 lalu, memutuskan dukungan kepada pasangan Jokowi-Kiai Ma’ruf Amin. Mulanya Yenny memutuskan aktif di organisasi kultural setelah tak lagi aktif di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), selama partai itu dipimpin Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin.
Dari penelusuran SINDOnews, selepas mendapat gelar sarjana desain dan komunikasi visual dari Universitas Trisakti, istri Dhorir Farisi itu sempat memutuskan untuk menjadi wartawan.
Sebelum terjun secara khusus mendampingi ayahnya, Yenny bertugas sebagai jurnalis di Timor-Timur dan Aceh. Ia menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne) antara tahun 1997 dan 1999.
Saat itu, meski banyak reporter keluar dari Timor Timur, Yenny tetap bertahan dan melakukan tugasnya. Ia sempat kembali ke Jakarta setelah mendapat perlakuan kasar dari milisi, namun seminggu kemudian ia kembali ke sana. Liputannya mengenai Timor Timur pasca referendum mendapatkan anugrah Walkley Award.
Yenny juga terlibat dalam peliputan atmosfer Jakarta yang mencekam menjelang Reformasi 1998. Pada saat itu, Ia juga pernah ditodong senjata oleh oknum anggota ABRI yang sedang berusaha mensterilkan jalan lingkar Trisakti.
Belum terlalu lama menekuni pekerjaannya, ia berhenti bekerja karena ayahnya, Gus Dur, terpilih menjadi presiden RI ke-4. Sejak itu, kemanapun Gus Dur pergi, Yenny selalu berusaha mendampingi ayahnya, dengan posisi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik.
Setelah Gus Dur tidak lagi menjabat sebagai presiden, Yenny memperoleh gelar Master’s in Public Administration dari Universitas Harvard di bawah beasiswa Mason. Sekembalinya dari Amerika tahun 2004, Yenny menjabat sebagai direktur Wahid Institute yang saat itu baru berdiri. Hingga kini ia menduduki jabatan tersebut.
Semasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Yenny sempat mengabdi sebagai staf khusus bidang Komunikasi Politik dan aktif sebagai Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa.