Kecam Penembakan oleh Polisi, Demonstran Hong Kong Mengamuk
HONG KONG – Demonstran anti pemerintah Hong Kong kembali bentrok dengan polisi pada Kamis (3/10/2019) dini hari. Mereka melampiaskan amarah atas penembakan seorang polisi dan melukai seorang remaja.
Para aktivis mengamuk di distrik-distrik di seluruh kota yang dikuasai China hingga larut malam. Mereka melemparkan bom molotov, menembak dengan kembang api, memblokir jalan dan merusak beberapa toko dan stasiun kereta bawah tanah ketika polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka.
“Di mana pun ada protes di dekatnya aku akan datang … Aku keluar malam ini karena alasan sederhana. Anda tidak (boleh) menembak remaja dari jarak dekat,” kata Alex Chan, seorang desainer interior pada sebuah aksi protes di distrik perbelanjaan yang ramai di Causeway Bay.
“Protes ini akan terus berlanjut dan kami tidak akan menyerah,” imbuhnya seperti dikutip dari Reuters.
Ribuan orang turun ke jalan pada hari Rabu untuk mengecam penembakan seorang siswa sekolah menengah berusia 18 tahun. Polisi mengatakan tindakan yang dilakukan oleh anggotanya itu sebagai aksi bela diri karena merasa nyawanya terancam.
Mahasiswa itu ditembak dari jarak dekat ketika ia melawan petugas itu dengan pipa logam selama aksi protes dengan kekerasan pada hari Selasa pecah, ketika para demonstran melemparkan bom bensin ke polisi yang merespons dengan gas air mata, peluru karet dan meriam air.
Operator kereta api MTR Corp menutup stasiun di sejumlah distrik termasuk Po Lam, Hang Hau dan Tseung Kwan O tepat sebelum tengah malam pada hari Rabu ketika aksi kekerasan kembali meningkat.
Polisi mengatakan bahwa tindakan para pengunjukrasa secara serius menggangu ketertiban umum dan menjadi ancaman bagi keselamatan petugas polisi dan anggota masyarakat.
Bekas koloni Inggris itu telah diguncang oleh aksi protes selama berbulan-bulan atas rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang sekarang ditarik. RUU itu memungkinkan orang dikirim ke daratan China untuk diadili. Namun aksi protes tetapi telah berevolusi menjadi seruan untuk demokrasi, di antara tuntutan lainnya.
Oposisi terhadap pemerintah yang didukung Beijing telah menjerumuskan pusat keuangan internasional itu ke dalam krisis politik terbesarnya selama beberapa dasawarsa. Ini juga merupakan tantangan rakyat paling buruk bagi Presiden Xi Jinping sejak ia berkuasa.
Para pengunjuk rasa juga marah tentang apa yang mereka lihat sebagai campur tangan Beijing dalam urusan kota mereka meskipun ada janji otonomi dalam formula “satu negara, dua sistem” di mana Hong Kong kembali ke China pada tahun 1997.
China menampik tuduhan mencampuri permasalahan Hong Kong dan menuduh pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, menggerakkan sentimen anti-China.