7 Dampak Pola Asuh Strict Parents Pada Anak, Salah Satunya Risiko Depresi
Jakarta – Beberapa orang tua lebih memilih menerapkan pola asuh strict parents pada anak. Pola asuh ini cenderung menetapkan aturan yang ketat, banyak tuntutan, hingga memberikan hukuman yang tegas. Meski niatnya untuk mendisiplinkan, namun dampak pola asuh strict parents bisa mempengaruhi perkembangan psikologis dan emosional anak.
Mengutip laman Parents, pola asuh otoriter sebenarnya dapat memberikan beberapa manfaat seperti anak akan berperilaku baik karena mereka memiliki ekspektasi yang jelas. Selain itu, Anak akan memiliki ekspektasi yang tinggi dan lebih berorientasi pada tujuan.
Sayangnya dampak-dampak ini cenderung tidak bertahan hingga dewasa. Sebaliknya, pola asuh ketat justru menimbulkan lebih banyak dampak kurang baik. Lantas, apa saja dampak pola asuh strict parents pada anak?
Dampak Strict Parents pada Anak
1.Rendahnya Kepercayaan Diri
Salah satu dampak utama dari pola asuh yang terlalu ketat adalah rendahnya kepercayaan diri pada anak. Ketika anak-anak tidak diberi ruang untuk berpikir atau membuat keputusan sendiri, mereka akan merasa tidak mampu atau tidak percaya pada kemampuan mereka sendiri. Ketidakmampuan untuk mengambil keputusan ini bahkan dapat bertahan hingga dewasa.
2. Kecemasan dan Stres
Bagi anak, hidup di bawah aturan strict parents dapat menyebabkan kecemasan dan stres yang berlebihan.
Jika tidak ditangani, stres kronis ini dapat berkembang menjadi gangguan kecemasan yang lebih serius di kemudian hari. Sehingga bisa mempengaruhi kesejahteraan mental anak secara keseluruhan.
3. Risiko Depresi
Pola asuh ketat ternyata juga menimbulkan risiko depresi pada anak. Jika anak merasa bahwa mereka tidak dapat memenuhi harapan orang tua yang tinggi atau terus-menerus dihadapkan pada hukuman dan kritik, perasaan putus asa, dan tidak berdaya dapat muncul.
4. Hubungan yang Sulit dengan Orang Tua
Pola asuh yang sangat ketat sering kali membuat anak mungkin merasa tidak dimengerti atau dihargai, yang dapat menyebabkan mereka menarik diri secara emosional. Dalam jangka panjang, hubungan yang tidak sehat ini bisa sulit diperbaiki dan mempengaruhi kualitas hubungan keluarga secara keseluruhan.
5. Kesulitan dalam Membentuk Hubungan Sosial
Anak-anak yang dibesarkan dengan strict parenting mungkin kesulitan untuk beradaptasi dengan situasi sosial. Selain itu, mereka mungkin kesulitan mengekspresikan perasaan mereka secara terbuka, yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk menjalin hubungan yang dalam dan bermakna dengan orang lain.
6. Perilaku Memberontak
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang sangat ketat mungkin cenderung memberontak saat mencapai usia remaja atau dewasa muda. Keinginan untuk kebebasan dan kemandirian yang telah ditekan selama bertahun-tahun dapat meledak dalam bentuk perilaku yang memberontak.
Hal ini bisa termasuk tindakan berisiko seperti penggunaan obat-obatan, melawan aturan sosial, atau menjalin hubungan yang beracun sebagai bentuk perlawanan terhadap otoritas orang tua.
7. Keterbatasan Kreativitas
Dampak pola asuh strict parents selanjutnya adalah anak kesulitan untuk berpikir kreatif atau inovatif. Karena mereka dibiasakan untuk mengikuti aturan yang ketat tanpa banyak ruang untuk bereksplorasi, kemampuan mereka untuk berpikir “di luar kotak” mungkin terhambat.
Mengutip laman Parents, pola asuh otoriter sebenarnya dapat memberikan beberapa manfaat seperti anak akan berperilaku baik karena mereka memiliki ekspektasi yang jelas. Selain itu, Anak akan memiliki ekspektasi yang tinggi dan lebih berorientasi pada tujuan.
Sayangnya dampak-dampak ini cenderung tidak bertahan hingga dewasa. Sebaliknya, pola asuh ketat justru menimbulkan lebih banyak dampak kurang baik. Lantas, apa saja dampak pola asuh strict parents pada anak?
Dampak Strict Parents pada Anak
1.Rendahnya Kepercayaan Diri
Salah satu dampak utama dari pola asuh yang terlalu ketat adalah rendahnya kepercayaan diri pada anak. Ketika anak-anak tidak diberi ruang untuk berpikir atau membuat keputusan sendiri, mereka akan merasa tidak mampu atau tidak percaya pada kemampuan mereka sendiri. Ketidakmampuan untuk mengambil keputusan ini bahkan dapat bertahan hingga dewasa.
2. Kecemasan dan Stres
Bagi anak, hidup di bawah aturan strict parents dapat menyebabkan kecemasan dan stres yang berlebihan.
Jika tidak ditangani, stres kronis ini dapat berkembang menjadi gangguan kecemasan yang lebih serius di kemudian hari. Sehingga bisa mempengaruhi kesejahteraan mental anak secara keseluruhan.
3. Risiko Depresi
Pola asuh ketat ternyata juga menimbulkan risiko depresi pada anak. Jika anak merasa bahwa mereka tidak dapat memenuhi harapan orang tua yang tinggi atau terus-menerus dihadapkan pada hukuman dan kritik, perasaan putus asa, dan tidak berdaya dapat muncul.
4. Hubungan yang Sulit dengan Orang Tua
Pola asuh yang sangat ketat sering kali membuat anak mungkin merasa tidak dimengerti atau dihargai, yang dapat menyebabkan mereka menarik diri secara emosional. Dalam jangka panjang, hubungan yang tidak sehat ini bisa sulit diperbaiki dan mempengaruhi kualitas hubungan keluarga secara keseluruhan.
5. Kesulitan dalam Membentuk Hubungan Sosial
Anak-anak yang dibesarkan dengan strict parenting mungkin kesulitan untuk beradaptasi dengan situasi sosial. Selain itu, mereka mungkin kesulitan mengekspresikan perasaan mereka secara terbuka, yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk menjalin hubungan yang dalam dan bermakna dengan orang lain.
6. Perilaku Memberontak
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang sangat ketat mungkin cenderung memberontak saat mencapai usia remaja atau dewasa muda. Keinginan untuk kebebasan dan kemandirian yang telah ditekan selama bertahun-tahun dapat meledak dalam bentuk perilaku yang memberontak.
Hal ini bisa termasuk tindakan berisiko seperti penggunaan obat-obatan, melawan aturan sosial, atau menjalin hubungan yang beracun sebagai bentuk perlawanan terhadap otoritas orang tua.
7. Keterbatasan Kreativitas
Dampak pola asuh strict parents selanjutnya adalah anak kesulitan untuk berpikir kreatif atau inovatif. Karena mereka dibiasakan untuk mengikuti aturan yang ketat tanpa banyak ruang untuk bereksplorasi, kemampuan mereka untuk berpikir “di luar kotak” mungkin terhambat.