Optimisme Konsumen Terhadap Kondisi Ekonomi Turun, Ini Kata Ekonom
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap kuat pada Juni 2022. Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juni 2022 yang sebesar 128,2.
Meski IKK mengalami penurunan tipis, Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan bahwa indeks tersebut tetap berada pada level optimis atau di atas 100.
Keyakinan konsumen yang tetap terjaga tersebut ditopang oleh menguatnya ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan terutama terhadap penghasilan dan lapangan kerja.
Adapun secara rincian, Bank Indonesia (BI) mencatat persepsi ekonomi ke depan, yang ditunjukkan Indeks Ekspektasi Ekonomi (IEK) pada Juni 2022 mengalami perbaikan, sementara Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) mengalami sedikit pelemahan yakni menjadi 114,5 dari 116,4 pada Mei 2022.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai bahwa penurunan persepsi terhadap kondisi ekonomi saat ini sangat terkait erat dengan melonjaknya inflasi pada bulan Juni 2022 yang lalu.
Pasalnya, inflasi pada bulan Juni 2022 yang mencapai 4,35% year on year (yoy) menjadi inflasi yang tertinggi sejak Juni 2017. Kala itu inflasi berada di level 4,37%.
“Inflasi yang tinggi ini didorong oleh barang bergejolak terutama pangan dan beberapa administered price seperti listrik dan tarif angkutan udara,” ujar Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (8/7).
Di sisi lain, menurutnya inflasi pangan saat ini sangat berdampak pada sebagian besar masyarakat, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar, yang pada akhirnya menggerus persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi.
Ke depan, Josua memperkirakan inflasi berpotensi masih relatif tinggi, apalagi jika pemerintah gagal dalam mengendalikan harga-harga pangan. Hal ini berpotensi menggerus daya beli masyarakat lebih dalam.
Senada dengan Josua, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan bahwa tekanan inflasi yang semakin terlihat menyebabkan turunnya level optimisme masyarakat.
“Jadi sebetulnya penurunan ini bukan membuat masyarakat menjadi pesimis, namun sama-sama tetap optimis. Tapi memang optimismenya ini tidak setinggi pada Mei 2022,” ujar Riefky.
Untuk ke depannya, Riefky melihat masih ada potensi optimisme konsumen dikarenakan adanya resiko inflasi yang menggerus daya beli masyarakat serta adanya pengetatan moneter dari Bank Indonesia (BI).
“Kita harapkan tekanan inflasi dari sisi rantai pasok, dari sisi harga energi mulai perlahan-lahan pulih sehingga optimisme konsumen bisa tetap dijaga,” tandasnya.