Fri. Nov 22nd, 2024

Berita olahraga dan game online Trans7sport

Link altenatif Nagaliga : nagasuara.com ,trans7sport.com , Prediksinagaliga.com , nagaliga.xyz , nagaliga.me , nagaliga.info , nagaligasbo.com , nagaliga.best , nagaliga.club , nagaliga9.com , nagaligaqq.com , togelnagaliga.com

Pro Kontra Upaya Legalisasi Ganja untuk Kepentingan Medis di Indonesia

Larangan tentang penggunaan ganja untuk kepentingan medis sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pemohon meminta supaya MK membatalkan pasal yang memuat larangan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan pengobatan.

Namun, hampir 2 tahun sejak gugatan itu dimohonkan pada November 2020, MK tak kunjung memberikan putusan. Hanya saja, beberapa persidangan telah digelar untuk mendengar keterangan sejumlah ahli dalam perkara ini.

Dalam perjalanannya, upaya melegalisasi ganja untuk kepentingan medis di Indonesia menuai pro dan kontra.

Gugatan ke MK

Gugatan uji materi UU Nomor 35 Tahun 2009 dimohonkan oleh Santi Wirastuti, seorang ibu yang putrinya mengidap cerebral palsy atau gangguan yang memengaruhi kemampuan otot, gerakan, hingga koordinasi tubuh seseorang.

Santi mengajukan uji materi ini lantaran putrinya membutuhkan pengobatan cannabis oil (CBD) yang terbuat dari ekstrak ganja.

Namun, karena adanya larangan penggunaan narkotika untuk kepentingan medis, pengobatan ini menjadi terhalang.

Lantaran perkara yang dimohonkan tak kunjung diputus MK, Santi melakukan aksi membawa poster bertuliskan “Tolong, anakku butuh ganja medis” di Car Free Day (CFD) Bundaran HI Jakarta pada Minggu (26/6/2022). Aksi ini akhirnya viral di media sosial.

Selain Santi, gugatan uji materi UU Narkotika juga dilayangkan dua orang ibu yang buah hatinya menderita pheunomia dan epilepsi.

Ketiga ibu itu mempersoalkan penjelasan Pasal 6 Ayat (1) huruf a dan Pasal 8 Ayat (1) UU Narkotika yang melarang penggunaan ganja untuk pelayanan kesehatan.

Pasal 6 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 mengatur penggolongan narkotika menjadi 3, yakni golongan I, II, dan III.

Sementara, penjelasan Pasal 6 Ayat (1) huruf a menerangkan bahwa narkotika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Kemudian, pada Pasal 8 disebutkan bahwa narkotika golongan I tidak boleh dipakai untuk kepentingan medis.

“Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan,” bunyi pasal tersebut.

Merujuk lampiran UU Nomor 35 Tahun 2009, ada 65 jenis narkotika golongan I. Beberapa di antaranya tanaman ganja, tanaman koka, opium, kokaina, heroina, dan lainnya.

Melalui uji materi UU Narkotika di MK, para penggungat ingin Mahkamah melegalkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis agar buah hati mereka bisa mendapat pengobatan.

Dinilai aman

Dalam salah satu persidangan perkara UU Narkotika yang digelar di MK pada Agustus 2021, staf pengajar di Imperial Collage London Drug Science, David Nutt, mengatakan, penggunaan ganja untuk medis (cannabis medis) aman bagi pasien dengan penyakit tertentu.

“Ini menginformasikan kita satu hal yang paling penting yakni bahwa cannabis medis itu adalah aman,” kata David dalam sidang yang disiarkan secara daring, Senin (30/8/2021).

Menurut David, keamanan dari cannabis medis salah satunya terbukti dari banyaknya pasien yang menderita epilepsi di berbagai negara yang oleh tenaga medis diberi resep obat tersebut.

Di sejumlah negara, ganja memang dilegalkan untuk kepentingan medis. Misalnya di Jerman, Italia, Belanda, Amerika Serikat, Kanada, Israel dan Australia.

Menurut data yang dikumpulkan oleh banyak negara, sangat sedikit dampak buruk atau masalah yang ditimbulkan dari penggunaan ganja sebagai obat medis.

“Jadi cannabis medis ini telah menjadi bagian dari praktik pengobatan di sejumlah signifikan negara dan sudah banyak sekali pasien yang mendapatkan resep semacam itu,” ujar David.

Pihak presiden kontra

Sementara, dalam persidangan lainnya, Guru Besar Farmakologi Universitas Indonesia, Rianto Setiabudy, tak setuju jika ganja dilegalkan untuk pengobatan.

Menurutnya, sikap konservatif lebih baik karena manfaat yang ditawarkan belum seimbang dengan risiko yang mungkin timbul karena penggunaan ganja sebagai obat.

Dalam persidangan ini Rianto mewakili pihak pemerintah terkait uji materi UU Narkotika.

“Menurut hemat saya, ini pertimbangan risiko dan manfaat. Saat ini, kita melihat bahwa indikasi-indikasi yang diklaim dapat diobati dengan cannabis (ganja), untuk itu tersedia banyak pilihan obat lain yang telah dibuktikan aman dan efektif sehingga mendapatkan izin edar,” kata Rianto Kamis (20/1/2022).

“Dalam kondisi seperti ini, kita tidak melihat urgensi dalam hal ini (legalisasi ganja untuk medis). Lebih baik kita lebih konservatif, karena obat ini berpotensi untuk menimbulkan masalah, terutama terkait dampaknya pada masyarakat,” tuturnya.

Rianto mengaku belum sependapat dengan hasil-hasil penelitian yang menunjukkan manfaat ganja untuk keperluan medis.

Katanya, masih ada beberapa kelemahan dalam studi-studi tersebut, sehingga belum ada data yang cukup kuat untuk dijadikan dasar penggunaan ganja sebagai obat.

“Adanya bukti (bahwa suatu zat/obat efektif mengatasi indikasi penyakit) bukan merupakan satu-satunya dasar pertimbangan suatu obat bisa diterima. Potensi manfaat selalu harus diimbangi dengan pertimbangan potensi dampak negatifnya seperti apa,” ujar Rianto.

“Kalau seimbang, mungkin masih bisa kita terima. Tapi kalau misalnya potensi dampak negatif keamanannya lebih besar, kita terpaksa mengatakan tidak, walaupun bisa dikatakan dia punya efektivitas,” lanjutnya.

Dikaji DPR

Terkait ini, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad menyebutkan, pihaknya bakal mengkaji wacana melegalisasi ganja untuk kebutuhan medis.

“Kita akan coba buat kajiannya apakah itu kemudian dimungkinkan untuk ganja itu sebagai salah satu obat medis yang memang bisa dipergunakan,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/5/2022).

Politikus Partai Gerindra itu mengakui bahwa di sejumlah negara ganja bisa digunakan untuk pengobatan atau keperluan medis. Namun, hukum yang berlaku di Indonesia tidak demikian.

Dasco mengatakan, DPR membuka peluang melegalisasi ganja untuk kebutuhan medis bila berkaca dari hasil kajian yang dilakukan.

“Nanti kita akan coba koordinasikan dengan komisi teknis dan juga Kementerian Kesehatan dan lain-lain lihat agar kita juga bisa kemudian menyikapi hal itu,” ujarnya.

Tidak menutup kemungkinan legalisasi ganja untuk medis diatur dalam revisi Undang-Undang Narkotika yang sedang diproses di DPR.

“Ya nanti kita coba koordinasikan,” kata dia.

Fatwa MUI

Di sisi lain, Wakil Presiden sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin meminta MUI membuat fatwa mengenai wacana penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.

Ma’ruf mengatakan, fatwa yang disusun MUI itu diharapkan akan menjadi pedoman bagi DPR yang akan mengkaji wacana legalisasi ganja untuk medis.

“Saya minta nanti MUI segera membuat fatwanya untuk bisa dipedomani oleh DPR, jangan sampai nanti berlebihan dan juga menimbulkan kemudaratan,” kata Ma’ruf di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (28/6/2022).

Ma’ruf menuturkan, MUI sendiri sudah mengeluarkan aturan bahwa penyalahgunaan ganja merupakan suatu hal yang dilarang bagi umat Islam.

Tetapi, ia mengakui bahwa perlu fatwa baru seiring dengan munculnya wacana melegalisasi ganja untuk kebutuhan medis.

“Masalah kesehatan itu saya kira nanti MUI, pengecualian, MUI harus membuat fatwanya, fatwa baru pembolehannya, artinya ada kriteria,” ujar Ma’ruf.

Leave a Reply

Categories

Social menu is not set. You need to create menu and assign it to Social Menu on Menu Settings.